Halaman

Sabtu, 29 Desember 2012

GGK


GAGAL JANTUNG KONGESTIF (CHF)
Created by M.nurman Akhmad
A.     Pengertian
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting dari defenisi ini adalah pertama defenisi gagal adalah relatif terhadap kebtuhan metabolic tubuh, kedua penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium ; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik sirkulai dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan menjadi gagal jantung dalam fungsi pompanya.
Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dari pada gagal jantung. Gagal sirkulasi menunjukkan ketidakmampuan dari sistem kardiovaskuler untuk melakukan perfusi jaringan dengan memadai. Defenisi ini mencakup segal kelainan dari sirkulasi yang mengakibatkan perfusi jaringan yang tidak memadai, termasuk perubahan dalam volume darah, tonus vaskuler dan jantung.  Gagal jantung kongetif adlah keadaan dimana terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompenstoriknya. Gagal jantung kongestif perlu dibedakan dengan istilah yang lebih umum yaitu. Gagal sirkulasi, yang hanya berarti kelebihan bebabn sirkulasi akibat bertambahnya volume darah pada gagal jantung atau sebab-sebab diluar jantung, seperti transfusi yang berlebihan atau anuria.
B.      Etiologi dan Patofisiologi
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung kongestif maupun didapat. Mekanisme fisiologis  yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta  dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada imfark miokardium dan kardiomiopati.
Faktor-fktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanana sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik dan infeksi paru-paru dan emboli paru-paru. Pennganan yang efektif terhadap gagal jantung membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis dan penykit yang mendasarinya, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung.
C.      Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup dan meningkatkan volume residu ventrikel.
Tekanan rteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seprti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, dimana akhirnya akan terjdi kongesti sistemik dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional dan katub-katub trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katub atrioventrikularis atau perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan kordatendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi ruang.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga meknisme primer yang dapat dilihat; meningkatnya aktifitas adrenergik simpatik, meningkatnya beban awal  akibat aktivasi istem rennin-angiotensin-aldosteron dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curh jantung. Meknisme-meknisme ini mungkin memadai untuk mempertahnkan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini, pada keadaan istirahat. Tetapi kelainan pad kerj ventrikel  dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan berktivitas. Dengn berlanjutny gagal jantung  maka kompensasi akan menjadi semakin luring efektif.
D.     Penanganan
Gagal jantung ditngani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi miokardium, baik secar sendiri-sendiri maupun gabungan dari : beban awal, kontraktilitas dan beban akhir.Penanganan biasanya dimulai ketika gejala-gejala timbul pad saat beraktivitas biasa. Rejimen penanganan secar progresif ditingkatkan sampai mencapai respon klinik yang diinginkan. Eksaserbasi akut dari gagal jantung atau perkembangan menuju gagal jantung yang berat dapat menjadi alasan untuk dirawat dirumah sakit atau mendapat penanganan yang lebih agresif .
Pembatasan aktivitas fisik yang ketat merupakan tindakan awal yang sederhan namun sangat tepat dalam  pennganan gagal jantung. Tetapi harus diperhatikan jngn sampai memaksakan lrngan yng tak perlu untuk menghindari kelemahan otot-otot rangka. Kini telah dikethui bahwa kelemahan otot rangka dapat meningkatkan intoleransi terhadap latihan fisik. Tirah baring dan aktifitas yang terbatas juga dapat menyebabkan flebotrombosis. Pemberian antikoagulansia mungkin diperlukan pad pembatasan aktifitas yang ketat untuk mengendalikan gejala.
E.      Pemeriksaan Diagnostik
1.         EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular.
2.       Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.
3.       Skan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
4.       Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.     Pengkajian
Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibtkan ketidakmampuan memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik . Karenanya diagnostik dan teraupetik berlnjut . GJK selanjutnya dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas.
1.         Aktivitas/istirahat
a.      Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,    insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b.      Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi,  tanda vital berubah pad aktivitas.
2.       Sirkulasi
a.      Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
b.      Tanda :
1)        TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
2)       Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
3)       Irama Jantung ; Disritmia.
4)      Frekuensi jantung ; Takikardia.
5)       Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah
6)      posisi secara inferior ke kiri.
7)       Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat
8)       terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
9)      Murmur sistolik dan diastolic.
10)   Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
11)      Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian
12)    kapiler lambat.
13)    Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
14)    Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
15)    Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting 
16)    khususnya pada ekstremitas.
3.       Integritas ego
a.      Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
b.      Tanda     : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung.
4.       Eliminasi
Gejala            : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi.
5.       Makanan/cairan
a.      Gejala     : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.
b.      Tanda     : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
6.       Higiene
a.      Gejala     : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
b.      Tanda     : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7.       Neurosensori
a.      Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b.      Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
8.       Nyeri/Kenyamanan
a.      Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.
b.      Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
9.       Pernapasan
a.      Gejala     : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
b.      Tanda     :
1)        Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.
2)       Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
3)       Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)
4)      Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
5)       Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6)      Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
10.    Keamanan
Gejala  : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet.
11.      Interaksi sosial        
Gejala            : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
12.     Pembelajaran/pengajaran
a.      Gejala     : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat saluran kalsium.
b.      Tanda     : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.
B.      Diagnosa Keperawatan
1.         Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik,  Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik,  Perubahan structural, ditandai dengan ;
a.      Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan gambaran pola EKG
b.      Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
c.       Bunyi ekstra (S3 & S4)
d.      Penurunan keluaran urine
e.       Nadi perifer tidak teraba
f.        Kulit dingin kusam
g.      Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
Tujuan
Klien akan :  Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia   terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung , Melaporkan penurunan epiode dispnea, angina, Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi
a.      Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung
Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
b.      Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.
c.       Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
d.      Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.
e.       Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena.
f.        Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat  sesuai indikasi  (kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
2.       Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai okigen. Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan : Kelemahan, kelelahan,  Perubahan tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.
Tujuan /kriteria  evaluasi :
Klien akan : Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri,  Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi
a.      Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
b.      Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
c.       Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung  daripada kelebihan aktivitas.
d.      Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali,
3.       Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. ditandai dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3,  Oliguria, edema,  Peningkatan berat badan, hipertensi,  Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
Tujuan /kriteria  evaluasi,
Klien akan : Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema.,  Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi :
a.      Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
b.      Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
c.       Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
d.      Pantau TD dan CVP (bila ada)
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
e.       Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.
f.        Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)
g.      Konsul dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang  memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
4.       Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan menbran kapiler-alveolus.
Tujuan /kriteria  evaluasi,
Klien akan : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan., Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam btas kemampuan/situasi.
Intervensi :
a.      Pantau bunyi nafas, catat krekles
Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret  menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
b.      Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
c.       Dorong perubahan posisi.
Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
d.      Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.
e.       Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi
5.       Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
Tujuan/kriteria  evaluasi
Klien akan : Mempertahankan integritas kulit,  Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi
a.      Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi.
b.      Pijat area kemerahan atau yang memutih
Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
c.       Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
d.      Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat  kerusakan.
e.       Hindari obat intramuskuler
Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi..
6.       Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan  kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal, ditandai dengan : Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.
Tujuan/kriteria  evaluasi
Klien akan :
a.      Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi.
b.      Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani.
c.       Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
Intervensi
a.      Diskusikan fungsi jantung normal
Rasional : Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan.
b.      Kuatkan rasional pengobatan.
Rasional : Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.
c.       Anjurkan makanan diet pada pagi hari.
Rasional : Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk mencegah/membatasi menghentikan tidur.
d.      Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi
Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan dirumah.

     
DAFTAR PUSTAKA

Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran Bandung, September 1996, Hal. 443 - 450

Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC, Tahun 2002, Hal ; 52 – 64 & 240 – 249.

Junadi P, Atiek S, Husna A, Kapita selekta  Kedokteran (Efusi Pleura), Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universita Indonesia, 1982, Hal.206 - 208

Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2,  Edisi 4, Tahun 1995, Hal ; 704 – 705 & 753 - 763.


























3:33 AM  Teguh Subianto  1 comment
Share :
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN INFARK MIOKARD AKUT

I. KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.
B. Fisiologi Sirkulasi Koroner
Arteri koroner kiri memperdarahi sebagaian terbesar ventrikel kiri, septum dan atrium kiri. Arteri koroner kanan memperdarahi sisi diafragmatik ventrikel kiri, sedikit bagian posterior septum dan ventrikel serta atrium kanan. Nodus SA lebih sering diperdarahi oleh arteri koroner kanan daripada kiri. (cabang sirkumfleks). Nodus AV 90% diperdarahi oleh arteri koroner kanan dan 10% diperdarahi oleh arteri koroner kiri (cabang sirkumfleks). Dengan demikian, obstruksi arteri koroner kiri sering menyebabkan infark anterior dan infark inferior disebabkan oleh obstruksi arteri koroner kanan.
C. Patogenesis
Umumnya IMA didasari oleh adanya ateroskeloris pembuluh darah koroner. Nekrosis miokard akut hampir selalu terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh trombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak stabil, juga sering mengikuti ruptur plak pada arteri koroner dengan stenosis ringan (50-60%).
Kerusakan miokard terjadi dari endokardium ke epikardium, menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Secara morfologis, IMA dapat terjadi transmural atau sub-endokardial. IMA transmural mengenai seluruh dinding miokard dan terjadi pada daerah distribusi suatu arteri koroner. Sebaliknya pada IMA sub-endokardial, nekrosis terjadi hanya pada bagian dalam dinding ventrikel.
D. Patofisiologi
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark.

E. Gejala Klinis
Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pectoris dan tak responsif terhadap nitrogliserin. Kadang-kadang, terutama pada pasien diabetes dan orang tua, tidak ditemukan nyeri sama sekali. Nyeri dapat disertai perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar atau sinkope. Pasien sering tampak ketakutan. Walaupun IMA dapat merupakan manifestasi pertama penyakit jantung koroner namun bila anamnesis dilakukan teliti hal ini sering sebenarnya sudah didahului keluhan-keluhan angina, perasaan tidak enak di dada atau epigastrium.
Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan dapat normal. Dapat ditemui BJ yakni S2 yang pecah, paradoksal dan irama gallop. Adanya krepitasi basal menunjukkan adanya bendungan paru-paru. Takikardia, kulit yang pucat, dingin dan hipotensi ditemukan pada kasus yang relatif lebih berat, kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau berada di dinding dada pada IMA inferior.

F. Diagnosis Banding
1. Angina Pectoris tidak stabil/insufisiensi koroner akut.
2. Diseksi aorta (nyeri dada umumnya sangat hebat, dapat menjalar ke perut dan punggung).
3. Kelainan saluran cerna bagian atas (hernia diafragmatika, esofagitis refluks)
4. Kelainan lokal dinding dada (nyeri bersifat lokal, bertambah dengan tekanan atau perubahan posisi tubuh)
5. Kompresi saraf (terutama C8, nyeri pada distribusi saraf tersebut)
6. Kelainan intra-abdominal (kelainan akut, pankreatitis dapat menyerupai IMA)

G. Komplikasi
1. Aritmia
2. Bradikardia sinus
3. Irama nodal
4. Gangguan hantaran atrioventrikular
5. Gangguan hantaran intraventrikel
6. Asistolik
7. Takikardia sinus
8. Kontraksi atrium prematur
9. Takikardia supraventrikel
10. Flutter atrium
11. Fibrilasi atrium
12. Takikardia atrium multifokal
13. Kontraksi prematur ventrikel
14. Takikardia ventrikel
15. Takikardia idioventrikel
16. Flutter dan Fibrilasi ventrikel
17. Renjatan kardiogenik
18. Tromboembolisme
19. Perikarditis
20. Aneurisme ventrikel
21. Regurgitasi mitral akut
22. Ruptur jantung dan septum

H. Prognosis
Beberapa indeks prognosis telah diajukan, secara praktis dapat diambil pegangan 3 faktor penting yaitu:
1. Potensial terjadinya aritmia yang gawat (aritmia ventrikel dll)
2. Potensial serangan iskemia lebih lanjut.
3. Potensial pemburukan gangguan hemodinamik lebih lanjut (bergantung terutama pada luas daerah infark).

II. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN

A. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur
- Riwayat pola hidup menetap, jadual olahraga tak teratur
Tanda:
- Takikardia, dispnea pada istirahat/kerja
2. Sirkulasi:
Gejala:
- Riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK, masalah TD, DM.
Tanda:
- TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk/berdiri.
- Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
- BJ ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel
- Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar.
- Friksi; dicurigai perikarditis
- Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
- Edema, DVJ, edema perifer, anasarka, krekels mungkin ada dengan gagal jantung/ventrikel.
- Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
3. Integritas ego:
Gejala:
- Menyangkal gejala penting.
- Takut mati, perasaan ajal sudah dekat
- Marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’
- Kuatir tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan.

Tanda:
- Menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata
- Gelisah, marah, perilaku menyerang
- Fokus pada diri sendiri/nyeri.
4. Eliminasi:
Tanda:
- Bunyi usus normal atau menurun
5. Makanan/cairan:
Gejala:
- Mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
Tanda:
- Penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat
- Muntah,
- Perubahan berat badan
6. Hygiene:
Gejala/tanda:
- Kesulitan melakukan perawatan diri.
7. Neurosensori:
Gejala:
- Pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk/istirahat)
Tanda:
- Perubahan mental
- Kelemahan
8. Nyeri/ketidaknyamanan:
Gejala:
- Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
- Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
- Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.
- Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
- Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM, hipertensi dan lansia.
Tanda:
- Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
- Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
- Menarik diri, kehilangan kontak mata
- Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD, pernapasan, warna kulit/kelembaban, kesadaran.
9. Pernapasan:
Gejala:
- Dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nokturnal
- Batuk produktif/tidak produktif
- Riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda:
- Peningkatan frekuensi pernapasan
- Pucat/sianosis
- Bunyi napas bersih atau krekels, wheezing
- Sputum bersih, merah muda kental
10. Interaksi sosial:
Gejala:
- Stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga)
- Kesulitan koping dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda:
- Kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat
- Menarik diri dari keluarga

11. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
- Riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, Stroke, Hipertensi, Penyakit Vaskuler Perifer
- Riwayat penggunaan tembakau

B. Tes Diagnostik
EKG
Laboratorium:
Enzim/Isoenzim Jantung
Radiologi
Ekokardiografi
Radioisotop

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
3. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi; ancaman kematian.
4. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
5. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
6. (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma.
7. Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.

IV. INTERVENSI KEPERAWATAN
A. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
1. Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap respon verbal/non verbal, perubahan hemo-dinamik
2. Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus kepada klien.
3. Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi)
4. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi:
- Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)
- Beta-Bloker seperti atenolol (Tenormin), pindolol (Visken), propanolol (Inderal)
- Analgetik seperti morfin, meperidin (Demerol)
- Penyekat saluran kalsium seperti verapamil (Calan), diltiazem (Prokardia).
Nyeri adalah pengalaman subyektif yang tampil dalam variasi respon verbal non verbal yang juga bersifat individual sehingga perlu digambarkan secara rinci untuk menetukan intervensi yang tepat.

Rasionalisasi :
- Menurunkan rangsang eksternal yang dapat memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.
- Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap nyeri.
- Nitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi koroner yang meningkatkan sirkulasi koroner dan perfusi miokard.
- Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis.(Kontra-indikasi: kontraksi miokard yang buruk)
- Morfin atau narkotik lain dapat dipakai untuk menurunkan nyeri hebat pada fase akut atau nyeri berulang yang tak dapat dihilangkan dengan nitrogliserin.
- Bekerja melalui efek vasodilatasi yang dapat meningkatkan sirkulasi koroner dan kolateral, menurunkan preload dan kebu-tuhan oksigen miokard. Beberapa di antaranya bekerja sebagai antiaritmia.

B. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
INTERVENSI
1. Pantau HR, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktivitas sesuai indikasi.
2. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas
3. Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdominal.
4. Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan klinis klien.
5. Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan klien dan jelaskan pola peningkatan aktivitas bertahap.
6. Kolaborasi pelaksanaan program rehabilitasi pasca serangan IMA.

Rasionalisasi:
- Menentukan respon klien terhadap aktivitas.
- Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen, menurunkan risiko komplikasi.
- Manuver Valsava seperti menahan napas, menunduk, batuk keras dan mengedan dapat mengakibatkan bradikardia, penurunan curah jantung yang kemudian disusul dengan takikardia dan peningkatan tekanan darah.
- Keterlibatan dalam pembicaraan panjang dapat melelahkan klien tetapi kunjungan orang penting dalam suasana tenang bersifat terapeutik.
- Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai dengan kemampuan kerja jantung.
- Menggalang kerjasama tim kesehatan dalam proses penyembuhan klien.

C. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi; ancaman kematian.
INTERVENSI
1. Pantau respon verbal dan non verbal yang menunjukkan kecemasan klien.
2. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah, cemas/takut terhadap situasi krisis yang dialaminya.
3. Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
4. Kolaborasi pemberian agen terapeutik anti cemas/sedativa sesuai indikasi (Diazepam/Valium, Flurazepam/Dal-mane, Lorazepam/Ativan).
Klien mungkin tidak menunjukkan keluhan secara langsung tetapi kecemasan dapat dinilai dari perilaku verbal dan non verbal yang dapat menunjukkan adanya kegelisahan, kemarahan, penolakan dan sebagainya.
RASIONALISASI:
- Respon klien terhadap situasi IMA bervariasi, dapat berupa cemas/takut terhadap ancaman kematian, cemas terhadap ancaman kehilangan pekerjaan, perubahan peran sosial dan sebagainya.
- Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.
- Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.

D. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
INTERVENSI
1. Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam keadaan baring, duduk dan berdiri (bila memungkinkan)
2. Auskultasi adanya S3, S4 dan adanya murmur.
3. Auskultasi bunyi napas.
4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan mudah dikunyah.
5. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan klien
6. Pertahankan patensi IV-lines/heparin-lok sesuai indikasi.
7. Bantu pemasangan/pertahankan paten-si pacu jantung bila digunakan.
RASIONALISASI :
- Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokard dan rangsang vagal. Sebaliknya, hipertensi juga banyak terjadi yang mungkin berhubungan dengan nyeri, cemas, peningkatan katekolamin dan atau masalah vaskuler sebelumnya. Hipotensi ortostatik berhubungan dengan komplikasi GJK. Penurunanan curah jantung ditunjukkan oleh denyut nadi yang lemah dan HR yang meningkat.
- S3 dihubungkan dengan GJK, regurgitasi mitral, peningkatan kerja ventrikel kiri yang disertai infark yang berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskemia miokardia, kekakuan ventrikel dan hipertensi. Murmur menunjukkan gangguan aliran darah normal dalam jantung seperti pada kelainan katup, kerusakan septum atau vibrasi otot papilar.
- Krekels menunjukkan kongesti paru yang mungkin terjadi karena penurunan fungsi miokard.
- Makan dalam volume yang besar dapat meningkatkan kerja miokard dan memicu rangsang vagal yang mengakibatkan terjadinya bradikardia.
- Meningkatkan suplai oksigen untuk kebutuhan miokard dan menurunkan iskemia.
- Jalur IV yang paten penting untuk pemberian obat darurat bila terjadi disritmia atau nyeri dada berulang.
- Pacu jantung mungkin merupakan tindakan dukungan sementara selama fase akut atau mungkin diperlukan secara permanen pada infark luas/kerusakan sistem konduksi.

E. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
INTERVENSI
1. Pantau perubahan kesadaran/keadaan mental yang tiba-tiba seperti bingung, letargi, gelisah, syok.
2. Pantau tanda-tanda sianosis, kulit dingin/lembab dan catat kekuatan nadi perifer.
3. Pantau fungsi pernapasan (frekuensi, kedalaman, kerja otot aksesori, bunyi napas)
4. Pantau fungsi gastrointestinal (anorksia, penurunan bising usus, mual-muntah, distensi abdomen dan konstipasi)
5. Pantau asupan caiaran dan haluaran urine, catat berat jenis.
6. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (gas darah, BUN, kretinin, elektrolit)
7. Kolaborasi pemberian agen terapeutik yang diperlukan:
- Hepari / Natrium Warfarin (Couma-din)
- Simetidin (Tagamet), Ranitidin (Zantac), Antasida.
- Trombolitik (t-PA, Streptokinase)
RASIONALISASI :
- Perfusi serebral sangat dipengaruhi oleh curah jantung di samping kadar elektrolit dan variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
- Penurunan curah jantung menyebabkan vasokonstriksi sistemik yang dibuktikan oleh penurunan perfusi perifer (kulit) dan penurunan denyut nadi.
- Kegagalan pompa jantung dapat menimbulkan distres pernapasan. Di samping itu dispnea tiba-tiba atau berlanjut menunjukkan komplokasi tromboemboli paru.
- Penurunan sirkulasi ke mesentrium dapat menimbulkan disfungsi gastrointestinal
- Asupan cairan yang tidak adekuat dapat menurunkan volume sirkulasi yang berdampak negatif terhadap perfusi dan fungsi ginjal dan organ lainnya. BJ urine merupakan indikator status hidrsi dan fungsi ginjal.
- Penting sebagai indikator perfusi/fungsi organ.
- Heparin dosis rendah mungkin diberikan mungkin diberikan secara profilaksis pada klien yang berisiko tinggi seperti fibrilasi atrial, kegemukan, anerisma ventrikel atau riwayat tromboplebitis. Coumadin merupakan antikoagulan jangka panjang.
- Menurunkan/menetralkan asam lambung, mencegah ketidaknyamanan akibat iritasi gaster khususnya karena adanya penurunan sirkulasi mukosa.
- Pada infark luas atau IM baru, trombolitik merupakan pilihan utama (dalam 6 jam pertama serangan IMA) untuk memecahkan bekuan dan memperbaiki perfusi miokard.

F. (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma.
INTERVENSI
1. Auskultasi bunyi napas terhadap adanya krekels.
2. Pantau adanya DVJ dan edema anasarka
3. Hitung keseimbangan cairan dan timbang berat badan setiap hari bila tidak kontraindikasi.
4. Pertahankan asupan cairan total 2000 ml/24 jam dalam batas toleransi kardiovaskuler.
5. Kolaborasi pemberian diet rendah natrium.
6. Kolaborasi pemberian diuretik sesuia indikasi (Furosemid/Lasix, Hidralazin/ Apresoline, Spironlakton/ Hidronolak-ton/Aldactone)
7. Pantau kadar kalium sesuai indikasi.
RASIONALISASI
- Indikasi terjadinya edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.
- Dicurigai adanya GJK atau kelebihan volume cairan (overhidrasi)
- Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air dan penurunan haluaran urine. Keseimbangan cairan positif yang ditunjang gejala lain (peningkatan BB yang tiba-tiba) menunjukkan kelebihan volume cairan/gagal jantung.
- Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi tetap disesuaikan dengan adanya dekompensasi jantung.
- Natrium mengakibatkan retensi cairan sehingga harus dibatasi.
- Diuretik mungkin diperlukan untuk mengoreksi kelebihan volume cairan.
- Hipokalemia dapat terjadi pada terapi diuretik yang juga meningkatkan pengeluaran kalium.

G. Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.
INTERVENSI
1. Kaji tingkat pengetahuan klien/orang terdekat dan kemampuan/kesiapan belajar klien.
2. Berikan informasi dalam berbagai variasi proses pembelajaran. (Tanya jawab, leaflet instruksi ringkas, aktivitas kelompok)
3. Berikan penekanan penjelasan tentang faktor risiko, pembatasan diet/aktivitas, obat dan gejala yang memerlukan perhatian cepat/darurat.
4. Peringatkan untuk menghindari aktivitas isometrik, manuver Valsava dan aktivitas yang memerlukan tangan diposisikan di atas kepala.
5. Jelaskan program peningkatan aktivitas bertahap (Contoh: duduk, berdiri, jalan, kerja ringan, kerja sedang)
RASIONALISASI
- Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien.
- Meningkatkan penyerapan materi pembelajaran.
- Memberikan informasi terlalu luas tidak lebih bermanfaat daripada penjelasan ringkas dengan penekanan pada hal-hal penting yang signifikan bagi kesehatan klien.
- Aktivitas ini sangat meningkatkan beban kerja miokard dan meningkatkan kebutuhan oksigen serta dapat merugikan kontraktilitas yang dapat memicu serangan ulang.
- Meningkatkan aktivitas secara bertahap meningkatkan kekuatan dan mencegah aktivitas yang berlebihan. Di samping itu juga dapat meningkatkan sirkulasi kolateral dan memungkinkan kembalinya pola hidup normal.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, BP FKUI, Jakarta.

























Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sumber: http://dedia1996.blogspot.com/2012/12/cara-membuat-popup-facebook-like-box.html#ixzz2IIH6d6Ax