DISUSUN OLEH
NURKIA UNDARI
JANE FRIDA
DYAH OCTRIANI
Sri wahyuni
AKADEMI KEPERAWATAN
KAB. DONGGALA
2011-2012
BAB I
TINJAUAN TEORITIS
1.
Definisi
Epilepsi merupakan sindrom yang
ditandai oleh kejang yang terjadi berulang- ulang. Diagnose ditegakkan bila
seseorang mengalami paling tidak dua kali kejang tanpa penyebab (Jastremski,
1988).
Epilepsi adalah penyakit serebral
kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak
yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak
dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan,
berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf
otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi
adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri
timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik
neuron-neuron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan
laboratorik
2.
Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi
sebagian besar belum diketahui (idiopatik), sering terjadi pada:
1.
Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2.
Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3.
Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4.
Demam, ganguan metabolik
(hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5.
Tumor Otak
6.
Kelainan pembuluh darah (Tarwoto,
2007).
Penyebab- penyebab kejang pada
epilepsi
|
|
Bayi
(0- 2 th)
|
Hipoksia
dan iskemia paranatal
Cedera
lahir intrakranial
Infeksi
akut
Gangguan
metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesmia, defisiensi piridoksin)
Malformasi
kongenital
Gangguan
genetic
|
Anak
(2- 12 th)
|
Idiopatik
Infeksi
akut
Trauma
Kejang
demam
|
Remaja
(12- 18 th)
|
Idiopatik
Trauma
Gejala
putus obat dan alcohol
Malformasi
anteriovena
|
Dewasa
Muda (18- 35 th)
|
Trauma
Alkoholisme
Tumor
otak
|
Dewasa lanjut (> 35)
|
Tumor otak
Penyakit serebrovaskular
Gangguan metabolik (uremia, gagal
hepatik, dll )
Alkoholisme
|
3.
Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan
(impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls
motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas
neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan
satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan
neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif,
sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif
terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi
dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus
epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan
dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan
hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada
keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan
menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai
hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi,
aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus
yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan
dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan
kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan
oleh instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami
pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya influx natrium ke intraseluler. Jika
natrium yang seharusnya banyak di luar membrane sel itu masuk ke dalam membran
sel sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan
asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga
terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan
peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi
neurotransmitter inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan
paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal
yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian
bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah,
talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik,
sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.
Perubahan-perubahan metabolik yang
terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya
kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan
metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik
dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian
juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan
serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin
mengalami deplesi (proses berkurangnya cairan atau darah dalam tubuh terutama
karena pendarahan; kondisi yang diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh
berlebihan) selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan
yang nyata pada autopsi. Bukti histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi
lebih bersifat neurokimiawi bukan struktural. Belum ada faktor patologik yang secara
konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin
dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap
asetikolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat
mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.
4.
Klasifikasi Kejang
. 1. Berdasarkan penyebabnya
·
epilepsi idiopatik : bila tidak di
ketahui penyebabnya
·
epilepsi simtomatik : bila ada
penyebabnya
.2. Berdasarkan letak focus epilepsi atau
tipe bangkita
·
Epilepsi partial (lokal, fokal)
·
Epilepsi parsial sederhana,
yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran tetap normal
Dengan gejala motorik
- Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi
terbatas pada satu bagian tubuh saja
- Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai dari
satu bagian tubuh dan menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi
Jackson.
- Versif : epilepsi disertai gerakan memutar
kepala, mata, tuibuh.
- Postural : epilepsi disertai dengan lengan
atau tungkai kaku dalam sikap tertentu
- Disertai gangguan fonasi : epilepsi disertai
arus bicara yang terhenti atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (epilepsi
disertai halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan
yang disertai vertigo).
- Somatosensoris:
timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.
- Visual :
terlihat cahaya
- Auditoris :
terdengar sesuatu
- Olfaktoris :
terhidu sesuatu
- Gustatoris :
terkecap sesuatu
- Disertai vertigo
Dengan gejala atau tanda gangguan
saraf otonom (sensasi epigastrium, pucat, berkeringat, membera, piloereksi,
dilatasi pupil).
Dengan
gejala psikis (gangguan fungsi luhur)
- Disfagia :
gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau bagian kalimat.
- Dimensia :
gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah mengalami, mendengar,
melihat, atau sebaliknya. Mungkin mendadak mengingat suatu peristiwa di masa
lalu, merasa seperti melihatnya lagi.
- Kognitif :
gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
- Afektif : merasa
sangat senang, susah, marah, takut.
- Ilusi :
perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih besar.
- Halusinasi
kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara, musik, melihat suatu
fenomena tertentu, dll.
5. Manifestasi Klinis dan Perilaku
·
Manifestasi klinik dapat berupa
kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan
·
Bagian tubuh yang kejang
tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen
·
Dapat mengalami aura yaitu suatu
sensasi tanda sebelum kejang epileptik (aura dapat berupa perasaan tidak enak,
melihat sesuatu, mencium bau-bauan tidak enak, mendengar suara gemuruh,
mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
·
Napas terlihat sesak dan jantung berdebar
·
Raut muka pucat dan badannya
berlumuran keringat
·
Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut
tersentak dengan gejala sensorik khusus atau somatosensorik seperti: mengalami
sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak normal seperti pada keadaan normal
·
Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak
secara automatik, dan terkadang individu tidak ingat kejadian tersebut setelah
episode epileptikus tersebut lewat
·
Di saat serangan, penyandang epilepsi
terkadang juga tidak dapat berbicara secara tiba- tiba
·
Kedua lengan dan tangannya kejang,
serta dapat pula tungkainya menendang- menendang
·
Gigi geliginya terkancing
·
Hitam bola matanya berputar- putar
·
Terkadang keluar busa dari liang mulut dan
diikuti dengan buang air kecil
6. Pemeriksaan
Diagnostik
·
CT Scan dan Magnetik resonance
imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler
abnormal, gangguan degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh
kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance
imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh
masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas
·
Elektroensefalogram(EEG) untuk
mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
·
Kimia darah: hipoglikemia,
meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
- mengukur kadar
gula, kalsium dan natrium dalam darah
- menilai fungsi
hati dan ginjal
- menghitung
jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan
adanya infeksi).
- Pungsi lumbal
utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a)
Biodata : Nama ,umur, seks, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan
penanggungjawabnya.
Usia: Penyakit epilepsi dapat
menyerang segala umur
Pekerjaan: Seseorang dengan
pekerjaan yang sering kali menimbulkan stress dapat memicu terjadinya epilepsi.
Kebiasaan yang mempengaruhi: peminum
alcohol (alcoholic)
b)
Keluhan utama: Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya ketempat
pelayanan kesehatan karena klien yang mengalami penurunan kesadaran secara
tiba-tiba disertai mulut berbuih. Kadang-kadang klien / keluarga mengeluh
anaknya prestasinya tidak baik dan sering tidak mencatat. Klien atau keluarga
mengeluh anaknya atau anggota keluarganya sering berhenti mendadak bila diajak
bicara.
c)
Riwayat penyakit sekarang: kejang, terjadi aura, dan tidak sadarkan diri.
d) Riwayat
penyakit dahulu:
-
Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
-
Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
-
Ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
-
Tumor Otak
-
Kelainan pembuluh darah
-
stroke
-
gangguan tidur
-
penggunaan obat
-
hiperventilasi
-
stress emosional
e)
Riwayat penyakit keluarga: Pandangan yang mengatakan penyakit ayan merupakan
penyakit keturunan memang tidak semuanya keliru, sebab terdapat dugaan terdapat
4-8% penyandang ayan diakibatkan oleh faktor keturunan.
f)
Riwayat psikososial
-
Intrapersonal : klien merasa cemas dengan kondisi penyakit yang diderita.
-
Interpersonal : gangguan konsep diri dan hambatan interaksi sosial yang
berhubungan dengan penyakit epilepsi (atau “ayan” yang lebih umum di
masyarakat)
B. Diagnosa
1). Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak
terkontrol
(gangguankeseimbangan).
2). Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan
penyakit dan stigma buruk penyakit epilepsi dalam masyarakat
C. Intervensi
1)
Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan
keseimbangan).
Tujuan : Klien dapat
mengidentifikasi faktor presipitasi serangan dan dapat
meminimalkan/menghindarinya, menciptakan keadaan yang aman untuk klien,
menghindari adanya cedera fisik, menghindari jatuh
Kriteria hasil : tidak terjadi
cedera fisik pada klien, klien dalam kondisi aman, tidak ada memar, tidak jatuh
Intervensi
|
Rasional
|
Observasi:
Identivikasi factor lingkungan
yang memungkinkan resiko terjadinya cedera
|
Barang- barang di sekitar pasien dapat
membahayakan saat terjadi kejang
|
Pantau status neurologis setiap 8
jam
|
Mengidentifikasi perkembangan atau
penyimpangan hasil yang diharapkan
|
Mandiri
Jauhkan benda- benda yang dapat
mengakibatkan terjadinya cedera pada pasien saat terjadi kejang
|
Mengurangi terjadinya cedera
seperti akibat aktivitas kejang yang tidak terkontrol
|
Pasang penghalang tempat tidur
pasien
|
Penjagaan untuk keamanan, untuk
mencegah cidera atau jatuh
|
Letakkan pasien di tempat yang
rendah dan datar
|
Area yang rendah dan datar dapat
mencegah terjadinya cedera pada pasien
|
Tinggal bersama pasien dalam waktu
beberapa lama setelah kejang
|
Memberi penjagaan untuk keamanan
pasien untuk kemungkinan terjadi kejang kembali
|
Menyiapkan kain lunak untuk
mencegah terjadinya tergigitnya lidah saat terjadi kejang
|
Lidah berpotensi tergigit saat
kejang karena menjulur keluar
|
Tanyakan pasien bila ada perasaan
yang tidak biasa yang dialami beberapa saat sebelum kejang
|
Untuk mengidentifikasi manifestasi
awal sebelum terjadinya kejang pada pasien
|
Kolaborasi:
Berikan obat anti konvulsan sesuai
advice dokter
|
Mengurangi aktivitas kejang yang
berkepanjangan, yang dapat mengurangi suplai oksigen ke otak
|
Edukasi:
Anjurkan pasien untuk memberi tahu
jika merasa ada sesuatu yang tidak nyaman, atau mengalami sesuatu yang tidak
biasa sebagai permulaan terjadinya kejang.
|
Sebagai informasi pada perawat
untuk segera melakukan tindakan sebelum terjadinya kejang berkelanjutan
|
Berikan informasi pada keluarga
tentang tindakan yang harus dilakukan selama pasien kejang
|
Melibatkan keluarga untuk
mengurangi resiko cedera
|
2. Isolasi sosial b.d rendah
diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk penyakit epilepsi dalam
masyarakat
Tujuan: mengurangi rendah diri
pasien
Kriteria hasil:
-
adanya interaksi pasien dengan lingkungan sekitar
-
menunjukkan adanya partisipasi pasien dalam lingkungan masyarakat
Intervensi
|
Rasional
|
Observasi:
Identifikasi dengan pasien,
factor- factor yang berpengaruh pada perasaan isolasi sosial pasien
|
Memberi informasi pada perawat
tentang factor yang menyebabkan isolasi sosial pasien
|
Mandiri
Memberikan dukungan psikologis dan
motivasi pada pasien
|
Dukungan psikologis dan motivasi
dapat membuat pasien lebih percaya diri
|
Kolaborasi:
Kolaborasi dengan tim psikiater
|
Konseling dapat membantu mengatasi
perasaan terhadap kesadaran diri sendiri.
|
Rujuk pasien/ orang terdekat pada
kelompok penyokong, seperti yayasan epilepsi dan sebagainya.
|
Memberikan kesempatan untuk
mendapatkan informasi, dukungan ide-ide untuk mengatasi masalah dari orang
lain yang telah mempunyai pengalaman yang sama.
|
Edukasi:
Anjurkan keluarga untuk memberi
motivasi kepada pasien
|
Keluarga sebagai orang terdekat
pasien, sangat mempunyai pengaruh besar dalam keadaan psikologis pasien
|
Memberi informasi pada keluarga
dan teman dekat pasien bahwa penyakit epilepsi tidak menular
|
Menghilangkan stigma buruk
terhadap penderita epilepsi (bahwa penyakit epilepsi dapat menular).
|
PENUTUP
A. Kesimpulan
Epilepsi adalah gangguan kronik otak
dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan,
berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf
otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi
adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri
timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik
neuron-neuron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan
laboratorik.
Penyebab
pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik)
B. Saran
Dosen; kiranya setelah mahasiswa selesai melakukan persentase makalah ini,
sebaiknya kembali dijelaskan agar mahasiswa lebih memahami.
Mahasiswa: agar lebih aktif dalam forum diskusi.
DAFTAR PUSTAKA
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35569-Kep%20Neurobehaviour-Askep%20Epilepsi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar