Di susun oleh ;
M.Nurman Akhmad
ASUHAN KEPERAWATAN TIFUS ABDOMINAL
1) PENGERTIAN TIFUS ABDOMINAL
Tifus abdominalis (demam tifoid,
enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang besarnya tedapat pada saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada
saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. (FKUI, 1985)
Tifus abdominalis adalah infeksi yang
mengenai usus halus, disebarkan dari kotoran ke mulut melalui makanan dan air
minum yang tercemar dan sering timbul dalam wabah. (Markum, 1991).
2) ANATOMI FISIOLOGI
Usus
halus
Adalah segmen paling panjang dari
saluran gastrointestinal, yang jumlah panjangnya kira-kira dua pertiga dari
panjang total saluran. Bagian ini membalik dan melipat diri yang memungkinkan
kira-kira 7000 cm area permukaan untuk sekresi dan absorbsi.
Usus halus dibagi 3 bagian anatomik :
bagian atas disebut duodenum, bagian tengah disebut yeyunum dan bagian bawah
disebut ileum. Pertemuan antara usus halus dan usus besar terletak di bagian
bawah kanan duodenum ini disebut sekum
Pada pertemuan ini yaitu katup ileosekal, yang berfungsi untuk mengontrol pasase isi usus ke dalam usus besar dan mencegah refluks bakteri ke dalam usus halus. Pada tempat ini terdapat apendiks veriformis.
Pada pertemuan ini yaitu katup ileosekal, yang berfungsi untuk mengontrol pasase isi usus ke dalam usus besar dan mencegah refluks bakteri ke dalam usus halus. Pada tempat ini terdapat apendiks veriformis.
Terdiri dari segmen asenden pada sisi
kanan abdomen, segmen transversum yang memanjang dari abdomen atas kanan ke
kiri, dan segmen desenden pada sisi kiri abdomen. Bagian ujung dari usus besar
terdiri dari dua bagian kolon sigmoid dan rektum. Rektum berlanjut pada anus.
Jalan keluar anal di atur oleh jaringan otot lurik yang membentuk baik sfingter
internal dan eksternal.
Ada 2 tipe kontraksi yang terjadi
secara teratur di usus halus :
1)Kontraksi segmental yang menghasilkan campuran gelombang yang menggerakkan isi usus ke belakang dan ke depan dalam gerakan mengaduk.
2)Peristaltik usus mendorong isi usus halus tersebut ke arah kolon.
Karbohidrat dipecahkan menjadi disakarida dan monosakarida. Protein dipecahkan menjadi asam amino dan peptida. Lemak dicerna diemulsifikasi menjadi monogliserida dan asam lemak.
1)Kontraksi segmental yang menghasilkan campuran gelombang yang menggerakkan isi usus ke belakang dan ke depan dalam gerakan mengaduk.
2)Peristaltik usus mendorong isi usus halus tersebut ke arah kolon.
Karbohidrat dipecahkan menjadi disakarida dan monosakarida. Protein dipecahkan menjadi asam amino dan peptida. Lemak dicerna diemulsifikasi menjadi monogliserida dan asam lemak.
3) ETIOLOGI
Tyfus abdominalis disebabkan oleh
salmonella typhosa, basil gram negatif, bergerak dengan bulu getar, tidak
berspora. Mempunyai sekurang-kurngnya 3 macam antigen yaitu antigen O (somatic
terdiri dari zat komplek lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen
Vi. Dalam serum penderita terdapat zat anti (glutanin) terhadap ketiga macam
antigen tersebut.
4) PATOFISIOLOGI
a.Kuman masuk melalui mulut, sebagian
kuman akan dimusnahkan dalam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus
(terutama di ileum bagian distal), ke jaringan limfoid dan berkembang biak
menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke peredarahan darah (bakterimia
primer), dan mencapai sel-sel retikula endotelial, hati, limpa dan organ-organ
lainnnya.
b.Proses ini terjadi dalam masa tunas
dan akan berakhir saat sel-sel retikula endotelial melepaskan kuman ke dalam
peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya
kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa, usus dan kandung
empedu.
c.Pada minggu pertama sakit, terjadi
hyperplasia plaks player. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu
kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks peyer.
Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik.
Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu
hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limpa membesar.
d.Gejala demam disebabkan oleh
endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan
pada usus halus (Suriadi, Yuliani Rita, 2001).
5) TANDA DAN GEJALA
* Demam lebih dari seminggu
Siang hari biasanya
terlihat segar namun malamnya demam tinggi. Suhu tubuh naik-turun.
* Mencret
* Mencret
Bakteri Salmonella typhi
juga menyerang saluran cerna karena itu saluran cerna terganggu. Tapi pada
sejumlah kasus, penderita malah sulit buang air besar.
* Mual Berat
* Mual Berat
Bakteri Salmonella typhi
berkumpul di hati, saluran cerna, juga di kelenjar getah bening. Akibatnya,
terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi rasa mual.
* Muntah
* Muntah
Karena rasa mual, otomatis
makanan tak bisa masuk secara sempurna dan biasanya keluar lagi lewat mulut.
Karena itu harus makan makanan yang lunak agar mudah dicerna. Selain itu,
makanan pedas dan mengandung soda harus dihindari agar saluran cerna yang
sedang luka bisa diistirahatkan.
* Lidah kotor
* Lidah kotor
Bagian tengah berwarna
putih dan pinggirnya merah. Biasanya anak akan merasa lidahnya pahit dan cenderung
ingin makan yang asam-asam atau pedas.
* Lemas, pusing, dan sakit perut
* Terkesan acuh tak acuh bahkan bengong
* Lemas, pusing, dan sakit perut
* Terkesan acuh tak acuh bahkan bengong
Ini terjadi karena adanya
gangguan kesadaran. Jika kondisinya semakin parah, seringkali tak sadarkan
diri/pingsan.
* Tidur pasif
* Tidur pasif
Penderita merasa lebih
nyaman jika berbaring atau tidur. Saat tidur, akan pasif (tak banyak gerak)
dengan wajah pucat.
6) TEST DIAGNOSTIK
1.
Pemeriksaan
yang berguna untuk menyokong diagnosis
a.
Pemeriksaan darah tepi
Terdapat
gambar leukoperia, limfositosis relatif dan aneosinofilia. Mungkin terdapat
anemia dan trombositopenia ringan.
b.
Pemeriksaan sumsum tulang
Teradapat
gambaran sumsum tulang berupa hiperaktif RES dengan adanya sel makrofag,
sedangkan sistem eritropoesis, granulopoesis dan trombopoesis berkurang.
2.
Pemeriksaan
laboratorium untuk membuat diagnosis
a.
Biakan empedu
Basil
salmonella typhii dapat ditemukan dalam darah penderita biasnya dalam minggu
pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urin dan feses dan
mungkin akan tetap positif untuk waktu yang lama.
Oleh
karena itu pemeriksaan yang positif dari contoh darah digunakan untuk menegakan
diagnosis, sedangkan pemeriksaan negatif dari contoh urin dan feses 2 kali
berturt-turut digunakan untuk memnentukan bahwa penderita telah benar-benar
sembuh dan tidak menjadi pembawakman (karier).
b.
Pemeriksaan lidah
Dasar
pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita dicampur
dengan suspensi antigen salmonella typii. Pemeriksaan yang positif ialah bila
terjadi reaksi aglutinasi. Dengan jalan mengencerkan serum, maka kadar zat anti
dapat ditentukan, yaitu pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan reaksi
aglutinasi.
c. Pemeriksaan widal
Didapatkan
titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih sedangkan titer terhadap
antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk menengakkan
diagnosis karena titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan imunisasi atau
bila penderita telah lama sembuh. (Suriadi, Yuliani Rita, 2001).
7) KOMPLIKASI
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi di
dalam :
1.
Komplikasi
intestinal
1.
Perdarahan
usus
2.
Perforasi
usus
3.
Ileus
paralitik
2.
Komplikasi
ekstraintetstinal
1.
Komplikasi
kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan/sepsis), miokarditis,
trombosis dan tromboflebitis.
2.
Komplikasi
darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi intravaskular
diseminata dan sindrom uremia hemoltilik.
3.
Komplikasi
paru: penuomonia, empiema dan peluritis.
4.
Komplikasi
hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.
5.
Komplikasi
ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
6.
Komplikasi
tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis.
7.
Komplikasi
neuropsikiatrik: delirium, mengingismus, meningitis, polineuritis perifer,
sindrim Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.
8) PENULARAN
a.
Penderita
Tifus mengeluarkan kotoran dan urine yang mengandung kuman penyebab penyakit
tifus.
b.
Bila
pembuangan kotoran ini tidak dilakukan di jamban yang memenuhi syarat akan
memudahkan penularan.
c.
Kuman
pada kotoran dapat langsung ditularkan pada orang lain apabila melekat pada
tangan dan kemudian dimasukan ke mulut atau dipakai untuk memegang makanan.
d.
Kuman
dapat mencemari air bila kotoran tersebut terbawa atau terkena air. Kalau air
yang tercemar tersebut diepergunakan orang untuk keperluan sehari hari tanpa
direbus atau dimasak. Misalnya untuk menggosok gigi, berkumur, atau mencuci
sayur lalap, ia dapat menulari orang tersebut dengan penyakit Tifus.
e.
Kuman
dapat ditularkan langsung kepada orang lain atau dapat menemari air, makanan
dan minuman atau lingkungannya.
f.
Penderita
yang baru ini dengan cara yang sama dapat menularkan lagi pada orang lain dan
lingkungan sekitarnya, dan seterusnya, merupakan lingkaran yang tidak putus
putusnya.
g.
Kotoran
dapat dihinggapi lalat, dan bila lalat ini hinggap di makanan, akan
menyebabkan makanan itu tercemar. Penularan terjadi bila seseorang memakan
makan yang tercemar ini.
9) PENCEGAHAN
* LINGKUNGAN HIDUP
1. Sediakan air minum yang memenuhi syarat.
Misalnya, diambil dari tempat yang higienis, seperti sumur dan
produk minuman yang terjamin. Jangan gunakan air yang sudah tercemar. Jangan
lupa, masak air terlebih dulu hingga mendidih (100 derajat C).
2. Pembuangan kotoran manusia harus pada tempatnya.
Juga jangan pernah membuangnya secara sembarangan sehingga
mengundang lalat karena lalat akan membawa bakteri Salmonella typhi.
Terutama ke makanan.
3. Bila di rumah banyak lalat, basmi hingga tuntas.
* DIRI SENDIRI
1. Lakukan vaksinasi terhadap seluruh keluarga.
Vaksinasi dapat mencegah kuman masuk dan berkembang biak. Saat ini
pencegahan terhadap kuman Salmonella sudah bisa dilakukan dengan
vaksinasi bernama chotipa (cholera-tifoid-paratifoid) atau tipa
(tifoid-paratifoid). Untuk anak usia 2 tahun yang masih rentan, bisa juga
divaksinasi.
2. Menemukan dan mengawasi pengidap kuman (carrier).
Pengawasan diperlukan agar dia tidak lengah terhadap kuman yang dibawanya.
Sebab jika dia lengah, sewaktu-waktu penyakitnya akan kambuh.
Untuk mengurangi kemungkinan penularan penyakit ini, ada beberapa
hal yang harus diperhatikan, yaitu:
* Saat merawat penderita, baik di rumah maupun RS, harus lebih
seksama dan ekstra hati-hati kala membersihkan tubuhnya maupun benda-benda
perlengkapannya, terutama yang mungkin tercemar tinjanya. Jangan lupa, selalu
mencuci bersih-bersih tangan dengan sabun atau cairan antiseptik setelah mencebokinya.
* Jangan pernah ijinkan anak duduk atau main-main di lantai kamar
mandi, karena sisa kotoran yang mungkin tercecer di lantai kamar mandi dapat
menularkan penyakit. Meski tak ada penderita, sering-seringlah membersihkan
lantai kamar mandi dengan banyak air dan cairan antiseptik; apalagi bila telah
digunakan penderita.
* Ajarkan cara cebok yang baik dan benar pada anak yang sudah agak
besar maupun pengasuhnya. Begitu pula cara menyiram WC dan lantai kamar mandi.
* Selalu cuci tangan dengan sabun setiap kali bersentuhan dengan
penderita.
Sementara pencegahan penyakit ini dapat dilakukan, antara lain
dengan cara:
* Saat menyiapkan makanan dan minuman, jangan gunakan tangan
secara langsung, tapi pakailah alat bantu semisal sendok, garpu, atau penjepit makanan.
* Kala hendak sekolah, bekali makanan lengkap dengan sendok-garpu
dari rumah yang lebih terjaga kebersihannya ketimbang jajan sembarangan.
* Hindari atau minimal waspadai warung makanan. Tak ada salahnya
untuk memperhatikan kebiasaan cuci tangan juru masak atau pelayannya maupun
pencucian alat-alat makan bekas pakai, sebelum memutuskan makan di kedai
tersebut.
* Tanamkan kebiasaan hidup bersih pada anak dan pengasuhnya.
Jangan pernah lelah atau menyerah untuk memberi penjelasan, contoh nyata, maupun
saat mengawasi pelaksanaannya.
* Gunakan air yang mengalir dari kran untuk mencuci tangan, bukan
dari ember atau bak penampung yang jarang dikuras dan dicuci. Begitu juga untuk
mencuci bahan makanan, alat masak maupun perlengkapan makan. Untuk mencuci
lalap mentah dan buah segar, sebaiknya gunakan air matang.
* Bila mungkin, sediakan sabun untuk masing-masing anggota
keluarga. Usahakan pula sumber air bersih sebaiknya terpisah minimal 10 meter
dari septic-tank.
10) PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Medis
Obat-obat pilihan pertama adalah
kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin dan kotrimoksasol. Obat pilihan kedua
adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan ketiga adalah meropenem,
azithromisin dan fluorokuinolon.
Kloramfenikol
diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral
atau intravena, selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian
kloramfenikol , diberi
ampisilin
dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, intravena
saat belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau
amoksisilin
dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian,
oral/intravena selama 21 hari
kotrimoksasol
dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral,
selama 14 hari.
Pada kasus berat, dapat diberi
seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan diberikan 2 kali sehari atau 80
mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari. Pada kasus yang
diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin
dan fluoroquinolon. (Darmowandowo, 2006)
Penatalaksanaan Keperawatan
Tirah
baring, dilaksanakan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Diet
harus mengandung
1.
Makanan
yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein.
- Tidak mengandung banyak serat.
- Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
- Makanan lunak diberikan selama istirahat.
11) PROGNOSIS
Prognosis
menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti:
1.
Panas tinggi (hipperpereksia) atau kontinua.
2.
Kesadaran menurun sekali yaitu sopor, koma atau delirium.
3.
Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, peritonitis,
bronkopneumonia dll.
4.
Keadaan gizi penderita buruk.
ASUHAN
KEPERAWATAN
Pengkajian
Pengkajian sistem gastrointestinal
meliputi riwayat kesehatan serta pemeriksaan fisik komprehensif dimulai dari
rongga mulut, abdomen, rektum dan anus pasien. Tujuan tindakan ini untuk
mengumpulkan riwayat, pengkajian fisik dan tes diagnostik untuk mengidentifikasi
dan mengatasi diagnosa keperawatan dan medis klien. (Monica Ester, 2001).
Pada pengkajian penderita dengan kasus
typhus abdominalis yang perlu dikaji :
a.Riwayat keperawatan
b.Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran (Suriadi, dkk 2001).
a.Riwayat keperawatan
b.Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran (Suriadi, dkk 2001).
Diagnosa
Keperawatan
1.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi
2.
Hipertermi
b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
3.
Resiko
tinggi kurang volume cairan b/d kehilangan cairan sekunder terhadap diare
4.
Intoleransi
aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut
5.
Kurang
pengetahuan mengenai kondisi b/d kesalahan interpretasi informasi, kurang
mengingat
Perencanaan/Intervensi
1. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi:
a. Dorong tirah baring
Rasional:
Menurunkan kebutuhan metabolic untuk meningkatkan penurunan kalori dan simpanan energi
b. Anjurkan istirahat sebelum makan
Rasional:
Menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi makan
c. Berikan kebersihan oral
Rasional :
Mulut bersih dapat meningkatkan nafsu makan
d. Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan menyenangkan
Rasional:
Lingkungan menyenangkan menurunkan stress dan konduktif untuk makan
e. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
Rasional:
Nutrisi yang adekuat akan membantu proses
f. Kolaborasi pemberian nutrisi, terapi IV sesuai indikasi
Rasional:
Program ini mengistirahatkan saluran gastrointestinal, sementara memberikan nutrisi penting.
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi:
a. Dorong tirah baring
Rasional:
Menurunkan kebutuhan metabolic untuk meningkatkan penurunan kalori dan simpanan energi
b. Anjurkan istirahat sebelum makan
Rasional:
Menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi makan
c. Berikan kebersihan oral
Rasional :
Mulut bersih dapat meningkatkan nafsu makan
d. Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan menyenangkan
Rasional:
Lingkungan menyenangkan menurunkan stress dan konduktif untuk makan
e. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
Rasional:
Nutrisi yang adekuat akan membantu proses
f. Kolaborasi pemberian nutrisi, terapi IV sesuai indikasi
Rasional:
Program ini mengistirahatkan saluran gastrointestinal, sementara memberikan nutrisi penting.
2. Hipertermi b/d efek langsung dari
sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
Tujuan:
Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal
Intervensi:
a. Pantau suhu klien
Rasional:
Suhu 380 C sampai 41,10 C menunjukkan proses peningkatan infeksius akut
b. pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai dengan indikasi
Rasional:
Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah, mempertahankan suhu mendekati normal
c. Berikan kompres mandi hangat
Rasional :
Dapat membantu mengurangi demam
d. Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional:
Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya hipotalamus
Tujuan:
Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal
Intervensi:
a. Pantau suhu klien
Rasional:
Suhu 380 C sampai 41,10 C menunjukkan proses peningkatan infeksius akut
b. pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai dengan indikasi
Rasional:
Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah, mempertahankan suhu mendekati normal
c. Berikan kompres mandi hangat
Rasional :
Dapat membantu mengurangi demam
d. Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional:
Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya hipotalamus
3. Resiko tinggi kurang volume cairan
b/d kehilangan cairan sekunder terhadap diare
Tujuan:
Mempertahankan volume cairan adekuat dengan membran mukosa, turgor kulit baik, kapiler baik, tanda vital stabil, keseimbangan dan kebutuhan urin normal
Intervensi:
a. Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat
Rasional:
Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan dan elektrolit penyakit usus yang merupakan pedoman untuk penggantian cairan
b. Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa turgor kulit dan pengisian kapiler
Rasional:
Menunjukkan kehilangan cairan berlebih atau dehidrasi
c. Kaji tanda vital
Rasional :
Dengan menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan
d. Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring
Rasional:
Kalau diistirahkan utnuk penyembuhan dan untuk penurunan kehilangan cairan usus
e. Kolaborasi utnuk pemberian cairan parenteral
Rasional:
Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan cairan untuk mempertahankan kehilangan
Tujuan:
Mempertahankan volume cairan adekuat dengan membran mukosa, turgor kulit baik, kapiler baik, tanda vital stabil, keseimbangan dan kebutuhan urin normal
Intervensi:
a. Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat
Rasional:
Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan dan elektrolit penyakit usus yang merupakan pedoman untuk penggantian cairan
b. Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa turgor kulit dan pengisian kapiler
Rasional:
Menunjukkan kehilangan cairan berlebih atau dehidrasi
c. Kaji tanda vital
Rasional :
Dengan menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan
d. Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring
Rasional:
Kalau diistirahkan utnuk penyembuhan dan untuk penurunan kehilangan cairan usus
e. Kolaborasi utnuk pemberian cairan parenteral
Rasional:
Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan cairan untuk mempertahankan kehilangan
4. Intoleransi aktivitas b/d peningkatan
kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut
Tujuan:
Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi:
a. Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
Rasional:
Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan
b. Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik
Rasional:
Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan
c. Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi
Rasional :
Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena keterbatasan aktifitas yang menganggu periode istirahat
d. Berikan aktifitas hiburan yang tepat (nonton TV, radio)
Rasional:
Meningkatkan relaksasi dan hambatan energy
Tujuan:
Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi:
a. Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
Rasional:
Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan
b. Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik
Rasional:
Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan
c. Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi
Rasional :
Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena keterbatasan aktifitas yang menganggu periode istirahat
d. Berikan aktifitas hiburan yang tepat (nonton TV, radio)
Rasional:
Meningkatkan relaksasi dan hambatan energy
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi
b/d kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat
Tujuan:
Dapat menyatakan pemahaman proses penyakit
Intervensi:
a. berikan nformasi tentang cara mempertahankan pemasukan makanan yang memuaskan dilingkungan yang jauh dari rumah
Rasional:
Membantu individu untuk mengatur berat badan
b. Tentukan persepsi tentang proses penyakit
Rasional:
Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu
c. Kaji ulang proses penyakit, penyebab/efek hubungan faktor yang menimbulkan gejala dan mengidentifikasi cara menurunkan faktor pendukung
Rasional :
Faktor pencetus/pemberat individu, sehingga kebutuhan pasien untuk waspada terhadap makanan, cairan dan faktor pola hidup dapat mencetuskan gejala
Tujuan:
Dapat menyatakan pemahaman proses penyakit
Intervensi:
a. berikan nformasi tentang cara mempertahankan pemasukan makanan yang memuaskan dilingkungan yang jauh dari rumah
Rasional:
Membantu individu untuk mengatur berat badan
b. Tentukan persepsi tentang proses penyakit
Rasional:
Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu
c. Kaji ulang proses penyakit, penyebab/efek hubungan faktor yang menimbulkan gejala dan mengidentifikasi cara menurunkan faktor pendukung
Rasional :
Faktor pencetus/pemberat individu, sehingga kebutuhan pasien untuk waspada terhadap makanan, cairan dan faktor pola hidup dapat mencetuskan gejala
Pelaksanaan / Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan
perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Beberapa petunjuk pada
implementasi adalah sebagai berikut :
a.Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi.
b.Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat.
c.Keamanan fisik dan psikologis dilindungi.
d.Dokumentasi intervensi dan respons klien.
(Keliat, Anna Budi, 1999).
a.Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi.
b.Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat.
c.Keamanan fisik dan psikologis dilindungi.
d.Dokumentasi intervensi dan respons klien.
(Keliat, Anna Budi, 1999).
Evaluasi
Keperawatan.
Evaluasi adalah bagian terakhir dari
proses keperawatan. Semua tahap proses keperawatan (diagnosa, tujuan,
intervensi ) harus dievaluasi.
Hasil yang diharapkan pada tahap
evaluasi adalah :
a.Anak menunjukkan tanda – tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi.
b.Anak menunjukkan tanda – tanda terpenuhinya kebutuhan cairan.
c.Anak tidak menunjukkan tanda – tanda penurunan kesadaran yang lebih lanjut.
d.Anak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kondisi fisik dan tingkat perkembangan anak.
e.Anak akan menunjukkan tanda – tanda vital dalam batas normal.
(Suriadi, dkk 1999).
a.Anak menunjukkan tanda – tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi.
b.Anak menunjukkan tanda – tanda terpenuhinya kebutuhan cairan.
c.Anak tidak menunjukkan tanda – tanda penurunan kesadaran yang lebih lanjut.
d.Anak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kondisi fisik dan tingkat perkembangan anak.
e.Anak akan menunjukkan tanda – tanda vital dalam batas normal.
(Suriadi, dkk 1999).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar