BAB
II
KONSEP
PENYAKIT
A.
ANATOMI
DAN FISIOLOGI
Mata
adalah organ penglihatan. Saraf optikus atau urat saraf kranial kedua adalah
saraf sensorik untuk penglihatan. Saraf ini timbul dari sel-sel ganglion dalam
retina yang bergabung membentuk saraf optikus. Saraf ini bergerak ke belakang
secara medial dan melintasi kanalis optikus memasuki rongga kranium, lantas
menuju kiasma optikum. Saraf penglihatan memiliki 3 pembungkus yang serupa
dengan meningen otak. Lapisan luarnya kuat dan fibrus serta bergabung dengan
skelera. Lapisan tengah halus seperti araknoid, sementara lapisan dalam adalah
vakuler ( mengandung banyak pembuluh darah).
Pada
saat serabut-serabut itu mencapai kiasma optikum, separuh serabut-serabut itu
akan menuju ke traktus optikus sisi seberangnya, sementara separuhnya lagi
menuju traktus optikus sisi yang sama. Dengan perantaraan serabut-serabut ini,
setiap serabut nervus optikus dihubungkan dengan kedua sisi otak. Pusat visual
terletak pada korteks lobus oksipitalis otak.
Bola
mata adalah organ penglihat. Struktur
yang berhubungan dilindungi dan dilingkupi dalam tulang berongga bulat
dianamakan orbita, serta dilindungi sejumla struktur, seperti kelopak mata,alis,
konjungtiva, dan alat-alat lakrimal (aparatu lakrimalis). Bola mata yang
menempati bagian kecil dari orbita, dilindungi dan dialasi oleh lemak yang
terletak di belakang bola mata. Saraf dan pembuluh darah yang mensuplai nutrisi
dan mentransmisikan impuls ke otak juga dalam orbita. Orbita merupakan rongga
berpotensi untuk terkumpulnya cairan, darah, dan udara karena letak anatominya
yang dekat dengan sinus dan pembuluh darah. Pendesakan komponen lain ke
lengkungan orbita dapat menyebabkan pergseran, penekanan, atau protusi bola
mata dan struktur di sekitarnya. Meskipun ada perbedaan individual pada mata
tiap orang, biasanya ukuran dan posisinya mendekati semetris.
Bagian - bagian biji mata
mulai dari depan hingga belakang :
1. Kornea,
merupakan bagian depan yang transparan dan bersambung dengan skelera yang putih
dan tidak tembus cahaya, kornea terdiri atas berberapa lapisan. Lapisan tepi
adalah epitelium berlapis yang bersambung dengan konjungtiva.
2. Bilik
anterior ( kamera okuli anterior),yang terletak antara kornea dan iris.
3. Iris
adalah tirai berwarna di depan lensa yang bersambung dengan selaput koroid.
Iris berisi 2 kelopak serabut otot tak sadar atau otot polos-kelompok yang satu
mengecilkan ukuran pupil, sementara kelompok yang lain melebarkan ukuran pupil
itu.
4. Pupil,
bintik tengah yang berwarna hitam, yang merupakan celah dalam iris, tempat
cahaya yang masuk guna mencapai retina.
5. Bilik
posterior( kamera okuli posterior) terletak di antara iris dan lensa. Bilik
kanan. Baik bilik anterior maupun bilik anterior maupun bilik posterior diisi
dengan akueus humor.
6. Akueus
humor. Cairan ini berasal dari korpus siliare dan diserap kembali ke dalam
aliran darah pada sudut antara iris dan kornea melalui vena halus yang dikenal
sebagai saluran schlemm.
7. Lensa
adalah sebuah benda transparan bikonveks(cembung depan belakang) yang terdiri
atas berberapa lapisan. Lensa terletak peris di belakang iris. Membran yang
dikenal sebagai ligamentum suspesorium terdapat di depan maupun dibelakang
lensa itu, yang berfungsi mengaitkan lensa itu pada korpus siliare. Bila
legamentum suspensorium mengendur, lensa mengerut dan menebal, sebaliknya bila
ligamen mengendurnya lensa dikendalikan kontraksi otot siliare.
8. Vitreus
humor. Darah sebelah belakang biji mata, mulai dari lensa hingga retina, diisi
cairan penuh albumen berwarna keputih-putihan seprti agar-agar yaitu vitreus
humor. Vitreus humor berfungsi memberi bentuk dan kekokohan pada mata, serta
mempertahankan hubungan antara retina dan selaput koroid dan sklerotik.
B.
PENGERTIAN
a. Katarak
adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat
proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran( katarak kongenital). (
brunner & suddarth .2001, keperawatan medikal bedah vol.3, EGC. Jakarta ).
b. Katarak
adalah penurunan progresif kerjernihan lensa. Lensa menjadi keruh, atau
berwarna putih abu-abu, dan ketajaman penglihatan berkurang.
( elizabeth J. corwin.2000,
buku saku patofisiologi, EGC. Jakarta ).
c. Katarak
adalah kekeruhan( bayangan seperti awan) pada lensa tanpa nyeri yang
berangsur-angsur penglihatan kabur dan akhirnya tidak dapat menerima cahaya.(
barbara C. long. 1996, perawatan medikal bedah vol.2,Yayasan Alumni Keperawatan.
Bandung ).
d. Katarak
adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di dalam
kapsul lensa.( sidarta ilyas, 1998 )
e. Katarak
adalah suatu bagian yang kabur dan keruh pada lensa mata, yang disebabkan oleh
menebalnya zat-zat protein di dalam lensa itu sendiri. (Clifford R. 1982.
Petunjuk Modern Kepada Kesehatan. IPH. Bandung)
f. Katarak
adalah kekeruhan lensa mata atau kapsul lensa yang mengubah gambaran yang
diproyeksi pada retina dan merupakan penyebab umum kehilangan pandangan secara
bertahap. (Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata/Indrian N. Istiqomah.
Jakarta. EGC. 2004)
g. Katarak
adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa beberapa abad yang lalu
apabila pengurangan visus diperkirakan oleh suatu tabir (layar) yang diturunkan
di dalam mata, agak seperti melihat air terjun. (Perawatan Mata. Vera H.
Darling, Margaret R. Thorpe).
h. Katarak(pasca
operasi) adalah terjadinya opasitas progresif pada lensa atau kapsul lensa,
umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65
tahun.( Rencana Asuhan Keperawatan,M.E.Doenges. Jakarta.EGC.1999).
A. ETIOLOGI
Penyebab
katarak meliputi :
1. Degeneratif
( ketuaan), biasanya dijumpai pada katarak senilis dikarenakan proses
degenerasi atau kemunduran serat lensa karena proses penuaan dan kemungkinan
besar menjadi menurun penglihatanya.
2. Trauma,
contohnya terjadi pada katarak traumatika, seperti trauma tembus pada mata yang
disebabkan oleh benda tajam/ tumpul, radiasi( terpapar oleh sinar –X atau
benda-benda radioaktif).
3. Penyakit
mata lain, seperti uveitis.
4. Penyakit
sistemik(diabetes militus), contohnya terjadi pada katarak diabetika
dikarenakan gangguan metabolisme tubuh secara umum dan retina sehingga
mengakibatkan kelainan retina dan pembuluh-pembuluh darahnya. Diabetes akan
mengakibatkan kelainan dan kerusakan pada retina.
5. Defek
kongenital, salah satu kelainan heriditer sebagai akibat infeksi virus prenatal)dan
katarak developmental terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan sebagai akibat
dari defek kongenital. Kedua bentuk ini mungkin disebabkan oleh faktor
herediter, toksis, nutrisional, atau proses peradangan.
B. KLASIFIKASI
Macam-macam katarak :
1. Katarak
senil
Katarak
senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia
di atas 50 tahun. Pada katarak senil akan terjadi degenerasi lensa secara
perlahan-lahan. Tajam penglihatan akan menurun secara berangsur-angsur hingga tinggal proyeksi sinar saja. Katarak
senil merupakan katarak yang terjadi akibat terjadinya degenerasi serat lensa
karena proses penuaan.
Katarak senil dapat terbagi dalam
berberapa stadium :
a.
Katarak insipiens, dimana mulai timbul
katarak akibat proses degenerasi lensa. Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak
kekeruhan yang tidak teratur. Pasien akan mengeluh gangguan penglihatan seperti
melihat ganda dengan satu matanya. Pada stadium ini proses degenerasi belum
menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga akan terlihat bilik mata depan
dengan kedalaman yang normal, iris dalam posisi biasa disertai dengan kekeruhan
ringan pada lensa. Tajam penglihatan pasien belum terganggu.
b. Katarak
imatur, dimana pada stadium ini lensa yang degeneratif mulai terserap cairan
mata ke dalam lensa sehingga lensa menjadi cembung. Terjadi pembengkakan lensa
yang disebut sebagai katarak intumesen. Pada katarak imatur maka penglihatannya
mulai berangsur-angsur menjadi berkurang, hal ini diakibatkan media penglihatan
tertutup oleh kekeruhan lensa yang menebal.
c.
Katarak matur, merupakan proses degenarasi
lanjut lensa. Terjadi kekeruhan seluruh lensa. Tekanan cairan di dalam lensa
sudah keadaan seimbang dengan cairan dalam mata sehingga ukuran lensa akan
menjadi normal kembali. Tajam penglihatan sangat menurun dan dapat hanya
tinggal proyeksi saja.
d. Katarak
hipermatur, dimana pada stadium ini terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks lensa dapat mencair sehingga
nukleus lensa tenggelam di dalam korteks lensa ( katarak morgagni). Pada
stadium ini terjadi juga degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa ataupun
korteks lensa yang cair keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan. Pada
stadium hipermatur akan terlihat lensa yang lebih kecil dari pada normal, yang
akan mengakibatkan iris trimulans, dan bilik mata depan terbuka.
v Perbedaan stadium katarak senil
INSIPIEN
|
IMATUR
|
MATUR
|
HIPERMATUR
|
|
Kekeruhan
|
Ringan
|
Sebagian
|
Seluruh
|
Masif
|
Cairan lensa
|
Normal
|
Bertambah
|
Normal
|
Berkurang
|
Iris
|
Normal
|
Terdorong
|
Normal
|
Tremulans(hanya bila
zonula putus
|
Bilik mata depan
|
Normal
|
Dangkal
|
Normal
|
Dalam
|
Sudut bilik mata
|
Normal
|
Sempit
|
Normal
|
Terbuka
|
Shadow test
|
Negatif
|
Positif
|
Negatif
|
Pseudopositif
|
Penyulit
|
-
|
Glaukoma
|
-
|
Uveitis, glaukoma
|
2.
Katarak kongenital
Katarak kongenital merupakan kekeruhan
lensa yang didapatkan sejak lahir, dan terjadi akibat gangguan perkembangan
embrio intrauterin. Katarak kongenital yang terjagi sejak perkembangan serat
lensa terlihat segera setelah bayi lahir sampai usia 1 tahun. Katarak ini
terjadi karena gangguan metabolisme serat-serat lensa pada saat pembentukan
serat lensa akibat gangguan metabolisme jaringan lensa pada saat bayi masih di
dalam kandungan. Pada bayi dengan katarak kongenital akan terlihat bercak putih
di depan pupil yang disebut sebagai leukokoria (pupil berwarna putih). Setiap
bayi dengan lekokoria sebaiknya difikirkan diagnosis bandingan seperti
retinoblastoma, endoftalmitis, fibroplasi retroletal, hiperplastik viterus
primer, dan miopia tinggi disamping katarak sendiri.
Berberapa macam jenis katarak kongenital :
a.
Katarak lamelar atau zonular
Bila pada permulaan perkembangan serat
lensa normal dan kemudian terjadi gangguan perkembangan serat lensa. Biasanya
perkembangan serat lensa selanjutnya normal kembali sehingga nyata terlihat
adanya gangguan perkembangan serta lensa
pada satu lamel daripada perkembangan lensa tersebut. Katarak lamelar bersifat
herediter yang diturunkan secara dominan dan biasanya bilateral. Tindakan
pengobatan atau pembedahan dilakukan bila fundus okuli tidak tampak pada
pemeriksaan funduskopi.
b.
Katarak polaris posterior
Katarak polaris posterior ini terjadi
akibat arteri hialoid yang menetap (persisten) pada saat tidak dibutuhakan lagi
oleh lensa untuk metabolismenya. Ibu dan bayi akan melihat adanya leukokoria
pada mata tersebut. Pada pemeriksaan akan terlihat kekeruhan di dataran
belakang lensa. Bila dilakukan pemeriksaan funduskopi akan terlihat serat sisa
arteri hialoid yang menghubungkan lensa bagian belakang dengan papil saraf
optik. Adanya arteri hialoid yang menetap ini dapt dilihat dengan pemeriksaan
ultrasonografi. Bila fundus okuli masih terlihat, maka perlu tindakan bedah
pada katarak polar posterior ini karena tidak akan terjadi ambilopia
eksanopsia. Bila fudus okuli tidak tampak, maka dialakukan tindakan bedah
iridektomi optik atau bila mungkin dilakukan lesenktomi. Ekstrasi linear
ataupun disisio lentis merupakan kontra indikasi karena akan terjadi tarikan
arteri hialoid dengan papil yang dapat mengakibatkan ablasi retina.
c.
Katarak polaris anterior
Katarak
polaris arterior atau piramidalis arterior akibat gangguan perkembangan lensa
pada saat mulai terbentuknya plakoda lensa. Pada saat ibu dengan kehamilan
kurang dari 3 bulan mendapat infeksi virus, maka amnionya akan mengandung
virus. Plakoda lensa akan mendapat infeksi virus hingga rubela masuk ke dalam
vesikel akan menjadi lensa. Gambaran klinis akan terjadi ialah adanya keluhan
ibu karena anaknya mempunyai leukokoria. Pada pemeriksaan subjektif akan
terlihat kekeruhan pada kornea dan terdapatnaya fibrosis di dalam bilik mata
depan yang menghubungkan kekeruhan kornea dengan lensa yang keruh. Kekeruhan
yang terlihat pada lensa terletak di polus anterior lensa dalam bentuk piramid
dengan puncak di dalam bilik mata depan. Kekeruhan lensa pada katarak polar
anterior ini tidak progresif. Pengobatan dilakukan bila kekeruhan mengakibatkan
tidak terlihatnya fundus bayi tersebut. Tindakan bedah yang dilakukan adalah
disisio lentis atau suatu ekstraksi linear.
d.
Katarak sentral
Katarak sentral merupakan katarak halus
yang terlihat pada bagian nukleus embrional. Katarak ini terdapat 80% orang
normal dan tidak menggangu tajam penglihatan. Pengobatan tidak dilakukan pada
katarak sentral karena tidak menggangu tajam penglihatan dan fundus okuli dapat
dilihat dengan mudah.
3. Katarak
traumatik
Katarak traumatik adalah katarak yang
terjadi akibat trauma lensa mata, serta robekan pada kapsul sebagai akibat dari
benda tajam. Apabila terjadi lubang yang besar pada kapsul lensa, maka humor
akuosus akan masuk ke dalam lensa dan menyebabkan penyerapan lensa, serta
menyebabkan uveitis.
4. Katarak
juvenil adalah katarak yang terlihat setelah usia 1 tahun dapat terjadi karena
:
a. Lanjutan
katarak kongenital yang makin nyata.
b. Penyulit
penyakit lain, katarak komplikata, yang dapat terjadi akibat :
- Penyakit lokal pada satu mata,seperti akibat
uveitis anterior, glaukoma, ablasi retiana, miopia tinggi, ftsis bulbi, yang
mengenai satu mata.
- Penyakit
sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroid, dan miotonia distrofi,yang mengenai
kedua mata akibat trauma tumpul ataupun tajam
Biasanya katarak juvenil ini merupakan katarak yang didapat dan
banyak dipengaruhi oleh berberapa
faktor.
5. Katarak
komplikata
Katarak komplikata terjadi akibat gangguan
keseimbangan susunan sel lensa faktor fisik atau kimiawi sehingga terjadi
gangguan kejernihan lensa. Katarak komplikata dapat terjadi akibat
iridosiklitis, miopia tinggi, abalasi retina dan glaukoma. Katarak komplikata
dapat terjadi akibat kelainan sistemik yang akan mengenai kedua mata atau
kelainan lokal yang akan mengenai satu mata.
6. Katarak
diabetika
Katarak diabetika adalah katarak yang
disebabkan oleh penyakit diabetes.
C. Manifestasi
klinis
Katarak didiagnosa terutama dengan gejala subyektif. Biasanya, pasien
melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau dan gangguan fungsional
sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi.
Temuan obyektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada
pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan
dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina hasilnya adalah pandangan
kabur atau redup, menyhilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan
susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam akan tampak kekuningan,
abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun,
dan ketika katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang lebih kuatpun tak
akan mampu memperbaiki penglihatan.
Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk menghindari
silau yang menjengkelkan yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah. Misalnya
ada yang mengatur ulang perabot rumahnya. Sehingga sinar tidak akan langsung
menyinari mata mereka (Diambil dari buku Keperawatan Medikal Bedah jilid 3
hal.1996-1997).
Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara
progresif (seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan
seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih. Pada
akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih
,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif (-).
Bila Katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat
menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis.
Gejala umum gangguan
katarak meliputi :
1. Penurunan
ketajaman penglihatan
2. Gangguan
fungsional
3. Pengembunan
seperti mutiara keabuan pada pupil
4. Pandangan
kabur
D. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur
posterior iris yang jernih(bening), transparan, berbentuk seperti kancing baju,
mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen
anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di ferifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya
usia, nukeus mengalami perubahan warna menjadi cokelat kekuningan. Di sekitar
opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas
pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna nampak
seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang
dari badan silier ke daerah di luar lensa,misalnya,dapat menyebabkan
penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein
lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan
serabut lensa yang tegang dan menggangu transmisi sinar. Teori lain mengatakan
bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi.
Jumlah enzim akan menurun dan tidak ada pada pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun menpunyai kecepatan yang berbeda.
Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti diabetes, namun
sebenarnya merupakan proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang
secara kronik dan matang ketika seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak
dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasikan awal, karena bila tidak
terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen.
Faktor yang paling sering menyebaban terjadinya katarak meliputi sinar UV B,obat-obatan,alkhol,merokok,diabetes,dan
asupan vitamin antioksi dan yang kurang dalam waktu yang lama.
E. PEMERIKSAAN FISIK
Tehnik yang biasanya dipergunakan dalam pemeriksaan
oftalmologis adalah inspeksi dan palpasi. Inspeksi visual dilakukan dengan
instrumen oftalmik khusus dan sumber cahaya. Palpasi bisa dilakukan untuk
mengkaji nyeri tekan mata dan deformitas dan untuk mengeluarkan cairan dari
puncta. Palpasi juga dilakukan untuk mendeteksi secara kasar(jelas terlihat
) tingkat tekanan intraokuler.
Seperti pada semua pemeriksaan fisik, perawat menggunakan
pendekatan sitematis, biasanya dari luar ke dalam. Struktur eksternal mata dan
bola mata di evaluasi lebih dahulu, kemudian diperiksa struktur internal.
Struktur eksternal mata diperiksa terutama dengan inspeksi. Struktur ini
meliputi alis, kelopak mata, bulu mata, aparatus maksilaris, konjungtiva,
kornea, kamera anterior, iris, dan pupil.
Ketika
melakukan pemeriksaan dari luar ke dalam, perawat :
a. Melakukan
obsevasi keadaan umum mata dari jauh.
b. Alis
diobsevasi mengenai kuantitas dan penyebaran rambutnya. Kelopak mata diinspeksi
warna,keadaan kulit, dan ada tidaknya serta arahnya tumbuhnya bulu mata.
c.
Catat
adanya jaringan parut, pembengkakan, lepuh, laserasi, cedera lain dan adanya
benda asing.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Kartu mata snellen/mesin telebinokular (test
ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) : mungkin terganggu dengan
kerusakan kornea,lensa, akueus atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit sistem saraf atau penglihatan
ke retina atau jalan optik.
2. Lapang penglihatan : penurunan mungkin disebabkan oleh CSV, massa tumor pada
hipofisis/ otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
3. Pengukuran tonografi : mengkaji intraorkuler (TIO)(NORMAL 12-25 mm Hg).
Pengukuran
gonioskopi : membantu membedakan sudut terbuka atau
sudut tertutup glaukoma.
4. Test provokatif :
digunakan dalam menentukan adanya/tipe glaukoma bila TIO normal atau hanya
meningkat ringan.
5. Pemeriksaan oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, mencatat atropi lepeng optik,
papiledema, pendarahan retina,dan mikroaneurisme. Dilatasi dan pemeriksaan
belahan-lampu memastikan diagnosa katarak.
6. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED) : menunjukan anemia sistemik/ infeksi.
EKG,
kolestrol serum, dan pemeriksaan lipid :
dilakukan untuk memastikan arterosklerosis, PAK.
7. Test toleransi glaukosa/ FBS : menentukan adanya/kontrol diabetes.
G. PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi obat untuk katarak, dan tak dapat diambil dengan
pembesaran laser. Namun, masih terus dilakukan penelitian mengenai kemajuan
prosedur laser baru yang dapat digunakan untuk mencairkan lensa sebelum
dilakukan pengisapan keluar melalui kanula (Pokalo, 1992).
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan reflaksi kuat
sampai titik dimana pasien melakukan aktivitas hidup sehari-hari, maka
penanganan biasanya konservatif. pentingnya di kaji efek katarak terhadap
kehidupan sehari-hari pasien. Mengkaji derajat gangguan fungsi sehari-hari,
seperti berdandan, ambulasi, aktifitas rekreasi, menyetir mobil, dan kemampuan
bekerja, sangat penting untuk menentukkan terapi mana yang paling cocok bagi
masing-masing penderita.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk
berkerja ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam
penglihatan yang terbaik dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi, bila
pandangan tajam mempengaruhi keamanan atau kwalitas hidup, atau bila
virsualisasi segmen posterior sangat perlu mengevalusi perkembangan berbagi
penyakit retina atau saraf optikus, seperti pada diabetes dan glaukoma.
Pembedahan katarak adalah pembedahan yang sering dilakukan pada orang
berusia lebih dari 65. masa kini, katarak paling sering diangkat dengan
anestesia lokal berdasar pasien rawat jalan, meskipun pasien perlu dirawat bila
ada indikasi medis. Keberhasilan pengembalian penglihatan yang bermanfaat dapat
dicapai pada 95% pasien.
Pengamblian keputusan untuk menjalani pembedahan sangat individual
sifatnya. Dukungan finansial dan psikososial dan konsekuensi pembedahan harus
dievaluasi, karena sangat penting untuk penatalaksanaan pasien pasca operasi.
Kebanyakan operasi dilakukan dengan anestesi lokal (retrobulbar atau
peribulbar), yang dapat mengimobilisasi mata. Obat penghilang cemas dapat
diberikan untuk mengatasi perasaan klaustreofobia sehubungan dengan graping
bedah. Anestesi umum diperlukan bagi yang tidak bisa menerima anestesi lokal,
yang tidak mampu bekerjasama dengan alasan fisik atau psikologis, atau yang
tidak berespon terhadap anestesi lokal.
Ada dua macam teknik pembedahan tersedia untuk pengangkatan katarak:
ekstrasi intrakapsuler dan ekstrakapsuler. Indikasi intervensi bedah adalah
hilangnya penglihatan yang mempengaruhi aktivitas normal pasien atau katarak
yang menyebabakan glaukoma atau mempengaruhi diagnosis dan terapi gangguan
okuler lain, seperti retinopatidiabetika.
H. PENCEGAHAN
Perawat sebagai anggota penting tim
perawatan kesehatan, dan sebagai
pendidik dan praktiksi kebiasaan kesehatan yang baik, dapat memberikan
pendidikan dalam hal asuhan mata, keamanan mata, dan pencegahan penyakit mata.
Perawat dapat mencegah membantu orang belajar bagaimana mencegah kontaminasi
silang atau penyebaran penyakit infeksi
kepada orang lain melalui praktek higiene yang baik. Perawat dapat mendorong
pasien melakukan pemeriksaan berkala dan dapat merekomendasikan cara mencegah
cedera mata.
Kapan dan seringnya mata seseorang harus
diperiksa tergantung pada usia pasien, faktor resiko terhadap penyakit dan
gejala orkuler. Orang yang mengalami gejala orkuler harus segera menjalani
pemeriksaan mata. Mereka yang tidak mengalami gejala tetapi yang berisiko
mengalami penyakit mata orkuler harus menjalani pemeriksaan mata berkala.
Pasien yang menggunakan obat yang dapat mempengaruhi mata, seperti
kortekosteroid, hidrokksikloroquin sulfat, tioridasin HCI, atau amiodarone,
harus diperiksa secara teratur. Yang lainya harus menjalani evaluasi glaukoma
rutin pada usia 35 dan reevaluasi berkala setiap 2 sampai 5 tahun.
I. KOMPLIKASI
Ambliopia sensori, penyulit yang terjadi berupa
: visus tidak akan mencapai 5/5. Komplikasi yang terjadi : nistagmus dan
strabismus dan bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan
menimbulkan komplikasi berupa glukoma dan uveitis.
BAB III
ASKEP KATARAK
A.
PENGKAJIAN
Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien
dengan katarak adalah
1. Identitas
Nama : Tn./Ny./ An
Usia : Bisa terjadi pada semua
umur
Jenis kelamin : laki-laki dan perempuan
Alamat :
Dan keterangan lain mengenai identitas pasien.
Pada katarak kongenital biasanya terlihat pada usia dibawah 1 tahun, sedangkan
pasien dengan katarak juvenile terjadi pada usia <40 tahun, pasien dengan
katarak persenil terjadi pada usia sesudah 30 – 40 tahun,dan pasien dengan
katarak senilis terjadi pada usia >40 tahun.
2. Keluhan
utama:
-
Penglihatan kabur
-
Persepsi warna turun
-
Diplopia dan visus menurun
-
Ada hailo
-
Penglihatan memburuk pada siang hari/silau
-
Mata basah
Perawat harus menentukan
apakah masalahnya hanya mengenai satu atau dua mata dan berapa lama pasien
sudah menderita kelainan ini.
3. Riwayat
penyakit dahulu
-
Akibat trauma
-
Akibat radasi
-
Penggunaan kortikosteroid yang lama
-
Kelainan congenital
-
Adanya riwayat penyakit sistemik yang
dimiliki oleh pasien seperti DM, hipertensi, pembedahan mata sebelumnya , dan
penyakit metabolic lainya yang memicu resiko katarak.
4. Riwayat
penyakit sekarang
-
Penglihatan kabur
-
Persepsi warna turun
-
Diplopia dan visus menurun
-
Ada hailo
-
Penglihatan memburuk pada siang hari
Merupakan penjelasan dari
keluhan utama.
5. Riwayat
keluarga
-
Katarak bisa karena kongenital
-
Adanya riwayat kelainan mata famili derajat
pertama.
Pemahaman pasien mengenai
perawatan harus digali untuk mengidentifikasi kesalahan konsepsi atau kesalahan
informasi yang dapat dikoreksi sejak awal.
B.
DATA DASAR PENGKAJIAN
1. Aktifitas/istirahat
-
Gejala : perubahan aktivitas biasanya/hobi
sehubungan dengan gangguan penglihatan.
2. Makanan/cairan
-
Gejala : muntah/mual (glaukoma akut ).
3. Neurosensori
-
Gejala : gangguan penglihatan (kabur/tak jelas),
sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer,
kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/ merasa di ruang gelap (katarak).
Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/ pelangi sekitar sinar,
kehilangan penglihatan perifer, fotopobia (glaukoma akut ). Perubahan kacamata/
pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
-
Tanda : tampak kecoklatan atau putih susu pada
pupil ( katarak ). Pupil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan (
glaukoma darurat ). Peningkatan air mata.
4. Nyeri/ketidaknyamanan
-
Gejala : ketidaknyamanan ringan/ mata berair
(glaukoma kronis). Nyeri tiba-tiba/ berat menetap atau tekanan pada sekitar
mata,sakit kepala (glaukoma akut).
5. Penyuluhan/ pembelajaran
-
Gejala : Riwayat keluarga glaukoma, diabetes,
gangguan sistem vaskuler. Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor,(contoh
peningkatan tekanan vena ), ketidakseimbangan endokrin, diabetes (glaukoma).
Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
C.
Diagnosa
Keperawatan
a. Pre operasi
1. Gangguan persepsi sensori-perseptual
penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori atau status organ
indera.
2. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan
kerusakan fungsi sensori penglihatan – kehilangan vitreus, pandangan kabur,
perdarahan intraokuler.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis,
pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, kurang
terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif.
4. Ansietas berhubungan prosedur penatalaksanaan /
tindakan pembedahan
5. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan
gangguan penglihatan.
b.
Post operasi
1. Nyeri berhubungan dengan trauma insisi.
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
prosedur tindakan invasif insisi jaringan tubuh
3. Gangguan persepsi sensori-perseptual
penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori atau status organ
indera.
4. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan
kerusakan fungsi sensori penglihatan – kehilangan vitreus, pandangan kabur,
perdarahan intraokuler.
D.
INTERVENSI KEPERAWATAN
§ Diagnosa
1
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan penurunan visus
Tujuan
: menunjukkan perubahan prilaku pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan
untuk melindungi diri dari cedera.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Diskusi
tentang pembatasan aktivitas
2. Ambulasi
dengan bantuan berikan kamar mandi khusus
3. Dorong
nafas dalam bentuk untuk bersihan paru
4. Anjurkan
menggunakan teknik manajemen stres, contoh bimbingan imajinasi, visualisasi,
nafas dalam dan latihan relaksasi
5. Pertahankan
perlindungan mata sesuai indikasi
6. Berikan
obat sesuai indikasi antiemetic
|
1. Membantu
mengurangi rasa takut dan meningkatkan kerja sama dalam pembatasan yang
diperlukan
2. Memerlukan
sedikit dari pada pispot yang dapat menyebabkan TIO
3. Batuk
meningkatkan TIO
4. Meningkatkan
relaksasi dan koping menurunkan TIO
5. Digunakan
untuk melindungi dari cidera dari kecelakaan untuk menurunkan gerakan mata
6. Mual/muntah
dapat meningkatkan TIO, memerlukan tindakan segera untuk mencegah cidera
okuler
|
§ Diagnosa
2
Infeksi
resiko tinggi terhadap prosedur invasif
Tujuan
: menunjukkan perubahan prilaku pola hidup dan meningkatkan penyembuhan luka
tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema, dan demam serta
mencegah/menurunkan resiko infeksi.
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
1. Diskusikan
pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata
2. Gunakan/tunjukkan
teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam ke luar dengan tisu
basah/bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan, dan masukkan lensa kontak
bila menggunakan.
3. Tekankan
pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang dioperasi.
4. Observasi
tanda terjadinya infeksi contoh kemerahan, kelopak bengkak, drainase purulen.
Identifikasi tindakan kewaspadaan bila terjadi ISK.
Kolaborasi
1. Berikan
obat sesuai indikasi:
Antibiotik (topical,
parenteral, atau subkonjungtival)
2. Steroid
|
3. Menurunkan
jumlah bakteri pada tangan, mencegah area kontaminasi area operasi
4. Teknik
aseptic menurunkan resiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang
5. Mencegah
kontaminasi dan kerusakan sisi operasi
6. Infeksi
mata terjadi 2-3 hari setelah prosedur dan memerlikan upaya intervensi.
Adanya ISK meningkatkan adanya resiko kontaminasi silang.
1. Topikal
digunakan secara profilaksis, dimana terapi lebih agresif diperlukan bila
terjadi infeksi.
2. Digunakan
untuk menurunkan inflamasi.
|
§ Diagnosa
3
Intoleransi
aktivitas berhubunan denan peningkatan TIO
Tujuan
: menyatakan pemahaman faktor yang terlibat kemungkinan cedera
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
1. Diskusikan
apa yang terjadi pada pasca operasi tentang nyeri pembatasan aktivitas,
penampilan, balutan mata
2. Beri
pasien posisi bersandar, atau miring ke sisi yang tidak sakit sesuai
keinginan
3. Batasi
aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membungkuk
4. Ambulasi
dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anestesi
5. Dorong
nafas dalam, batuk untuk bersih paru
6. Pertahankan
perlindungan mata sesuai indikasi
7. Minta
pasien untuk membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri mata tajam tiba-tiba.
Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan. Observasi hipema
(perdarahan pada mata) pada mata dengan senter sesuai indikasi.
8. Observasi
pembengkakan luka, bilik anterior kempes, pupil berbentuk buah pir.
Kolaborasi
1. Berikan
antiemetik sesuai indikasi
2. Berikan
analgesic
|
1. Membantu mengurangi rasa takut dan
meningkatkan kerja sama dalam pembatasan yang diperlukan
2. Istirahat
beberapa menit sampai beberapa jam pada bedah rawat jalan atau menginap
semalam bila terjadi komplikasi. Menurunkan tekanan pada mata yang sakit,
meminimalkan resiko perdarahan atau stres pada jahitan terbuka
3. Menurunkan
stress pada area operasi/menurunkan tio
4. Memerlukan
sedikit regangan dari pada penggunaan pispot yang dapat meningkatkan tio
5. Meningkatkan
relaksasi dan koping, menurunkan TIO
6. Digunakan
untuk melindungi dari cedera kecelakaan dan menurunkan gerakan mata
7. Ketidaknyamanan
mungkin karena prosedur pembedahan, nyeri akut menunjukkan TIO atau
perdarahan, terjadi karena regangan .
8. Menunjukkan
proptar iris atau rupture luka disebabkan oleh kerusakan jahitan atau tekanan
mata.
1. Mual/muntah
dapat meningkatkan TIO, memerlukan tindakan segera untuk mencegah cedera
intraokuler.
2. Digunakan
untuk ketidaknyamanan ringan, meningkatkan istirahat/mencegah gelisah yang
dapat mempengaruhi TIO.
|
§ Diagnosa
4
Perubahan
sensori perseptual (visual) yang berhubungan dengan kekeruhan pada lensa mata.
Tujuan
: klien akan mendemontrasikan peningkatan kemampuan untuk memproses rangsangan
visual dan mengomunikasikan pembatasan pandangan.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji
dan dokumentasikan ketajaman penglihatan (visus) dasar
2. Dapatkan
deskripsi fungsi tentang apa yang bisa dan tidak bisa dilihat oleh klien
3. Adaptasikan
lingkungan dengan kebutuhan visual klien
dengan cara orientasikan klien padalingkungan
4. Letakkan
alat-alat yang sering digunakan dalam pandangan klien (seperti, tv control,
teko, tisu)
5. Berikan
pencahayaan yang paling sesuai dengan klien
6. Cegah
glare (sinar yang menyilaukan)
7. Tentukan
ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat
8. Pendekatan
dari sisi yang tak dioperasi, birara dan menyentuh sering
9. Orientasikan
pasien terhadap lingkungan dan orang lain di areanya
10. Ingatkan pasien menggunakan kacamata katarak
yang tujuannya memperbesar kurang lebih 25%, penglihatan ferifer hilang. Dan
buta titik mungkin ada
11. Perhatikan
tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi
bila menggunakan tetes mata
12. Letakkan
barang yang dibutuhkan dalam jangkauan pada sisi yang tak dioperasi
|
1. Menentukan
seberapa bagus visus klien
2. Memberikan
data dasar tentang pandangan akurat klien dan bagaimana hal tersebut
memengaruhi perawatan
3. Memfasilitasi
kebebasan bergerak dengan aman
4. Mengemambangkan
tindakan indevenden dan meningkatkan keamanan
5. Meningkatkan
penglihatan klien lokasi katarak akan memengaruhi apakah cahaya gelap atau
terang yang lebih baik
6. Mencegah
distres. Katarak akan memecah sinar lampu yang akan menyebabkan distres
7. Kehilangan
pengihatan terjadi lambat dan progresif, tiap mata dapat berlanjut dengan
laju yang berbeda, tetapi biasanya hanya satu mata yang diperbaiki per
prosedur.
8. Memberikan
rangsangan sensori tepat terhadap isolasi dan menurunkan bingung
9. Memberikan
peningkatan kenyamanan, menurunkan cemas dan disorientasi pascaoperasi
10. Perubahan
ketajaman penglihatan dan kedalaman persepsi dapat menyebabkan bingung
penglihatan/ meningkatkan resiko cedera sampai pasien belajar untuk
mengkompensasi
11. Gangguan
penglihatan iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah tetesan mata tetapi secara
bertahap menurun dengan penggunaan
12. Memungkinkan
pasien melihat objek lebih mudah
|
§ Diagnosa
5
Ansietas
berdasarkan kehilangan penglihatan
Tujuan
: tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatasi
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji
tingkat ansietas derajat pengalaman nyeri/timbulnya secara tiba-tiba dan
pengetahuan kondisi saat ini
2. Dorong
pasien untuk mengukur masalah dan mengekspresikan perasaan
3. Identifikasi
sumber orang yang mendorong
|
1.
Faktor ini mempengaruhi persepsi
pasien terhadap ancaman diri, potensial siklus ansietas dan dapat
mempengaruhi upaya medik untuk mengontrol TIO
2.
Memberikan kesempatan untuk pasien
menerima situasi nyata mengklasifikasi salah satu konsepsi dan pemecahan
masalah
3.
Memberikan keyakinan bahwa pasien
tidak sendiri dalam menghadapi masalah
|
§ Diagnosa
6
Kurang
pengetahuan berhubungn dengan perawatan/pengobatan
Tujuan
: menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Kaji
informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur lensa
2. Informasikan
pasien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas
3. Anjurkan
pasien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejan saat defekasi,
membongkok pada panggul, meniup hidung, penggunaan sprey, bedak bubuk,
merokok
4. Tekankan
kebutuhan untuk menggunakan kaca pelindung selama hari pembedahan atau
penutup padaa malam
5. Anjurkan
pasien tidur telentang mengatur intensitas lampu dan menggunakan kaca mata
gelap bila keluar atau dalam ruangan terang, batuk dengan mulut atau mata
terbuka
|
1. Meningkatkan
pamahaman dan kerja sama dengan program pasca operasi
2. Dapat
bereaksi silang campur dengan obat yang diberikan
3. Aktivitas
yang menyebabkan mata lelah atau regang atau meningkatkan TIO dapat
mempengaruhi hasil bedah dan mencetuskan perdarahan
4. Mencegah
cedera kecelakaan pada mata dan menurunkan resiko peningkatan TIO sehubungan dengan
berkedip atau posisi kepala
5. Mencegah
cedera kecelakaan pada mata
|
§ Diagnosa 7
Ketakutan atau
ansietas yang berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya pemahaman
mengenai perawatan pascaoperatif, pemberian obat.
Tujuan :
menurunkan stress emosional, ketekutan dan depresi : penerimaan pembedahan dan
pemahaman instruksi.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Kaji derajat dan durasi gangguan visual.
Dorong percakapan untuk mengetahui keprihatinan pasien, perasaan, dan tingkat
pemahaman. Jawab pertanyaaan, memberi dukungan, membantu pasien melengkapi
metode koping.
2. Orientasikan pasien pada lingkungan yang
baru.
3. Jelaskan rutinitas perioperatif.
-
Preoperatif
: tingkat aktivitas, pembatasan diet, obat-obatan.
-
Intraoperatif
: pentingnya berbaring diam selama pembedahan atau memberi peringatan kepada
ahli bedah ketika terasa akan batuk atau akan berganti posisi. Muka ditutup
dengan kain, dan diberikan O₂. Suara bising dan peralatan yang tak biasa. Pemantauan, termasuk
pengukuran tekanan darah yang sering.
-
Pasca operasi
: pemberian posisi,pembalutan, tingkat aktivitas , pentingnya bantuan untuk
ambulasi sampai stabil dan adekuat
secara visual.
4. Jelaskan intervensi sedetil-detinya ;
perkenalkan diri anda pada setiap interaksi ; terjemahkan setiap suara asing;
pergunakan sentuhan untuk membantu komunikasi verbal.
5. Dorong untuk menjalankan kebiasaaan hidup
sehari-hari bila mampu. Pesan makanan yang bisa diamakan dengan tangan bagi
mereka yang tak dapat melihat dengan baik atau tak dapat melihat dengan baik
atau tak mempunyai keterampilan koping untuk menggunakan peralatan makan.
6. Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam perawatan pasien.
7. Dorong partisipasi dalam aktivitas sosial dan
pengalihan bila memungkinkan ( pengunjung, radio, rekaman audio, TV, kerajinan
tangan permainan)
|
1. Informasi dapat menghilangkan ketakutan yang
tidak diketahui. Mekanisme koping dapat membantu pasien berkompromi dengan
kegusaran, ketakutan, depresi, tegang, keputusasaan, kemarahan, dan
penolakan.
2.
Pengenalan
terhadap lingkungan membantu mengurangi ansietas dan meningkatkan keamanan.
3.
Pasien
yang telah mendapat informasi banyak informasi lebih mudah menerima penaganan
dan mematuhi intruksi.
4.
Pasien
yang mengalami ganguan visual bergantung pada masukan indera yang lain untuk
mendapatkan informasi.
5.
Perawatan
diri dan kemandirian akan meningkatkan rasa sehat.
6.
Pasien
mungkin tak mampu melakukan semua tugas sehubungan dengan penanganan dan
perawatan diri.
7.
Isolasi
sosial dan waktu luang yang terlalu lama dapat menimbulkan perasaan negatif.
|
§ Diagnosa 8
Resiko terhadap cedera dan yag berhubugan dengan kerusakan penglihatan
atau kurang pengetahuan.
Tujuan : pencegahan cedera.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi
pasca operasi sampai stabil dan mencapai penglihatan dan keterampilan koping
yang memadai. Ingat bahwa balutan bilateral menjadikan pasien tak dapat
melihat, mengunakan tekhnik bimbingan penglihatan.
2. Bantu pasien menata lingkungan. Jangan
mengubah penataaan meja-kursi tanpa pasien diorentasi terlebih dahulu.
3. Orintasikan pasien pada ruangan.
4. Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau
kaca mata bila diperintahkan.
5. Jangan memberikan tekanan pada mata yang
terkena trauma.
6. Gunakan prosedur yang memadai ketika
memberikan obat mata.
|
1. Menurunkan resiko jatuh atau cedera ketika
langkah sempoyongan atau tidak mempunyai keterampilan koping untuk kerusakan
penglihatan.
2. Memfasilitasi kemandirian dan menurunkan
resiko cedera.
3.
Meningkatkan
keamanan mobilitas dalam lingkungan.
4.
Temeng
logam atau kaca mata melindungi mata terhadap cedera.
5.
Tekanan
pada mata dapat mengakibatkan kerusakan serius lebih lanjut.
6.
Cedera
dapat terjadi bila wadah obat menyentuh mata.
|
E.
Implementasi
Melaksanakan
tindakan sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan dan dilakukan sesuai
dengan kebutuhan klien/pasien dan tergantung pada kondisinya. Sasaran utama
pasien meliputi peredaan nyeri, mengontrol ansietas, pencegahan deteriosasi
visual yang lebih berat , pemahaman dan penerimaan penanganan, pemenuhan
aktivitas perawatan diri, termasuk pemberian obat, pencegahan isolasi sosial,
dan tanpa komplikasi.
F.
Evaluasi
Melakukan
pengkajian kembali untuk mengetahui apakah semua tindakan yang telah dilakukan
dapat memberikan perbaikan status kesehatan terhadap klien. Hasil yang
diharapkan :
1. Mengalami
peredaan nyeri.
2. Tampak
tenang dan bebas dari ansietas.
3. Menghadapi
keterbatasan dalam persepsi sensori.
4. Menerima
program penanganan dan menjalankan
anjuran secara aman dan tepat.
5. Mempraktikan
aktifitas perawatan diri secara efektif.
6. Berpartisipasi
dalam aktifitas diversional dan sosial.
7. Mengucapkan
pemahaman program terapi, perawatan tindak lajut, dan kunjungan ke dokter.
DAFTAR
PUSTAKA
Arif Mansjoer,dkk.(1999). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta
Brunner dan Suddarth.(2001).Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC :
Jakarta
Barbara C, Long.(1996). Perawatan medikal bedah. EGC : Jakarta
Corwin, J Elizabeth.(2000). “buku saku patofisiologi”. EGC : Jakarta
Doenges, E. Marilynn.
(1999). Rencana Asuhan Keperawatan.
Edisi 3.EGC : Jakarta
Dorland.
(1998).Kamus Saku Kedokteran Dorland.Edisi
25. EGC : Jakarta
Darling,H
Vera dan Thorpe, R Margaret. (1996) “ Perawatan Mata”. Yayasan Essentia Medica
dan Andi : Yogyakarta
Ilyas Sidarta, dkk.(2008). Sari Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
: Jakarta
Juall Lyanda Carepnito.(2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 8. EGC: Jakarta
N, Indriana Istiqomah.(2004). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata.
EGC : Jakarta
Pearce
C, Evelyn.(2009).” Anatomi dan fisiologi”.
Gramedia : Jakarta
Smeltzer, Suzanne
C.(2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. EGC : Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar