Glasgow Coma
Scale
GCS adalah
penilaian tingkat keasadaran seorang pasien terutama pada pasien yang mengalami
shock atau trauma.penilaian kesadaran terbagi atas tiga yaitu eyes,motorik dan
verbal.berikut ini penjelasan tentang GCS lebih lanjut.
Glasgow Coma
Scale.Penilaian :
* Refleks Membuka Mata (E)
4 : membuka secara spontan
3 : membuka dengan rangsangan suara
2 : membuka dengan rangsangan nyeri
1 : tidak ada respon
* Refleks Verbal (V)
5 : orientasi baik
4 : kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan
3 : kata-kata baik tapi kalimat tidak baik
2 : kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 : tidak ada respon
* Refleks Motorik (M)
6 : melakukan perintah dengan benar
5 : mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukan perintah dengan benar
4 : dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi.
3 : hanya dapat melakukan fleksi
2 : hanya dapat melakukan ekstensi
1 : tidak ada respon
* Refleks Membuka Mata (E)
4 : membuka secara spontan
3 : membuka dengan rangsangan suara
2 : membuka dengan rangsangan nyeri
1 : tidak ada respon
* Refleks Verbal (V)
5 : orientasi baik
4 : kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan
3 : kata-kata baik tapi kalimat tidak baik
2 : kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 : tidak ada respon
* Refleks Motorik (M)
6 : melakukan perintah dengan benar
5 : mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukan perintah dengan benar
4 : dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi.
3 : hanya dapat melakukan fleksi
2 : hanya dapat melakukan ekstensi
1 : tidak ada respon
cara
penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar
= compos mentis pasti GCSnya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCSnya 3
(1-1-1). Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak
sedang V dan M normal, penulisannya X-5-6.Bila ada trakheostomi sedang E dan M
normal, penulisannya 4-X-6.Atau bila tetra parese sedang E dan V normal,
penulisannya 4-5-X. GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada
anak berumur kurang dari 5 tahun. Atau jika ditotal skor GCS dapat
diklasifikasikan :
a. Skor 14-15 : compos mentis
b. Skor 12-13 : apatis
c. Skor 11-12 : somnolent
d. Skor 8-10 : stupor
e. Skor < 5 : koma
a. Skor 14-15 : compos mentis
b. Skor 12-13 : apatis
c. Skor 11-12 : somnolent
d. Skor 8-10 : stupor
e. Skor < 5 : koma
Derajat
Kesadaran
- Sadar : dapat berorientasi dan komunikasi
- Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal kemudian terlelap lagi. Gelisah atau tenang.
- Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.
- Semi Koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang menghindar (contoh menghindari tusukan).
- Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus.
- Sadar : dapat berorientasi dan komunikasi
- Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal kemudian terlelap lagi. Gelisah atau tenang.
- Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.
- Semi Koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang menghindar (contoh menghindari tusukan).
- Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus.
Kualitas
Kesadaran
- Compos mentis : bereaksi secara adekuat
- Abstensia drowsy / kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada. Perhatian terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.
- Bingung / confused : disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu.
- Delirium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dan bergerak sesuai dengan kekacauan pikirannya.
- Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa.
- Compos mentis : bereaksi secara adekuat
- Abstensia drowsy / kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada. Perhatian terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.
- Bingung / confused : disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu.
- Delirium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dan bergerak sesuai dengan kekacauan pikirannya.
- Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa.
Gangguan
fungsi cerebral meliputi : gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan
perilaku dan gangguan emosi.
Pengkajian
position mental / kesadaran meliputi : GCS,
orientasi (orang, tempat dan waktu), memori, interpretasi dan komunikasi.
Perilaku
motorik (konasi) merupakan aspek psikis yang
mencakup impuls, motivasi, keinginan, dorongan, insting, dan hasrat yang
ditunjukkan melalui aktivitas motorik atau perilaku seseorang. , Gejala dan
tanda motorik dapat disebabkan oleh gangguan neurologis yang menyebabkan
sindroma organik otak, seperti rigiditas dalam penyakit Parkinson, atau mungkin
berhubungan dengan kondisi emosional seperti gelisah atau tremor dalam
kecemasan . Namun, ada satu kelompok lebih lanjut dari gejala yang sering
terjadi pada psikosis fungsional. Gejala-gejala ini tidak tegas pada neurologis
atau psikogenik dan disebut gangguan motilitas. Asal gejala motilitas mungkin
menjadi kelainan ganglia basal fungsional(bukan morfologis).
Sebuah klasifikasi lebih lanjut dari gangguan motilitas membedakan psikomotorik hiperfenomena (misalnya gangguan tik), hipofenomena (misalnya pingsan), dan parafenomena (misalnya manerisme). Gangguan tik adalah gerakan cepat tidak teratur melibatkan kelompok otot-otot wajah atau anggota badan. Stupor adalah keadaan di mana pasien tidak berkomunikasi, yaitu tidak berbicara (mutisme) atau bergerak (akinesia), meskipun ia waspada. Mutisme yaitu bisu tanpa abnormalitas struktural.2
Akinesia yaitu tidak adanya gerakan fisik, seperti yang terdapat pada imobilitas ekstrim pada penderita skizofrenia katatonik; juga dapat terjadi akibat efek simpang ekstrapiramidal dari pengobatan antipsikotik. Sedangkan diskinesia merupakan kesulitan melakukan gerakan volunter, seperti pada gangguan ekstrapiramidal. Bedanya dengan hipoaktivitas (hipokinesis) adalah berupa penurunan aktivitas motorik dan kognitif, seperti pada retardasi psikomotor; perlambatan secara nyata pada proses pikir, bicara, dan gerakan. Manerisme, walaupun jarang, adalah ekspresi mencolok dengan isyarat, ucapan, atau objek (misalnya pakaian) yang tampaknya memiliki makna tertentu, sebagian besar delusi.1 Manerisme merupakan gerakan involunter yang menjadi kebiasaan dan mendarah daging.2
Sebuah gangguan yang ditandai dengan motilitas terganggu disebut katatonia.1 Hal ini terjadi paling sering pada skizofrenia, dan jarang pada kondisi medis umum dan depresi berat. Beberapa kondisi, seperti tumor otak, ensefalitis, dan gangguan endokrin dan metabolisme, dapat menimbulkan gejala-gejala katatonik.1,
Sebuah klasifikasi lebih lanjut dari gangguan motilitas membedakan psikomotorik hiperfenomena (misalnya gangguan tik), hipofenomena (misalnya pingsan), dan parafenomena (misalnya manerisme). Gangguan tik adalah gerakan cepat tidak teratur melibatkan kelompok otot-otot wajah atau anggota badan. Stupor adalah keadaan di mana pasien tidak berkomunikasi, yaitu tidak berbicara (mutisme) atau bergerak (akinesia), meskipun ia waspada. Mutisme yaitu bisu tanpa abnormalitas struktural.2
Akinesia yaitu tidak adanya gerakan fisik, seperti yang terdapat pada imobilitas ekstrim pada penderita skizofrenia katatonik; juga dapat terjadi akibat efek simpang ekstrapiramidal dari pengobatan antipsikotik. Sedangkan diskinesia merupakan kesulitan melakukan gerakan volunter, seperti pada gangguan ekstrapiramidal. Bedanya dengan hipoaktivitas (hipokinesis) adalah berupa penurunan aktivitas motorik dan kognitif, seperti pada retardasi psikomotor; perlambatan secara nyata pada proses pikir, bicara, dan gerakan. Manerisme, walaupun jarang, adalah ekspresi mencolok dengan isyarat, ucapan, atau objek (misalnya pakaian) yang tampaknya memiliki makna tertentu, sebagian besar delusi.1 Manerisme merupakan gerakan involunter yang menjadi kebiasaan dan mendarah daging.2
Sebuah gangguan yang ditandai dengan motilitas terganggu disebut katatonia.1 Hal ini terjadi paling sering pada skizofrenia, dan jarang pada kondisi medis umum dan depresi berat. Beberapa kondisi, seperti tumor otak, ensefalitis, dan gangguan endokrin dan metabolisme, dapat menimbulkan gejala-gejala katatonik.1,
Katatonia
dapat berbentuk hipomobilitas atau imobilitas, dan dalam kasus yang ekstrim
mengarah ke stupor katatonik. 1 Stupor katatonik yaitu aktivitas motorik yang
melambat secara nyata, seringkali hingga mencapai suatu titik imobilitas dan
tampak tak sadar akan sekitar.2 Atau mungkin mucul sebagai aktivitas motorik
yang berlebihan (eksitasi katatonik), sebuah keadaan ekstrim yang mungkin
berbahaya bagi pasien dan orang lain.1 Eksitasi katatonik adalah aktivitas
motorik yang tak bertujuan dan teragitasi, tidak dipengaruhi oleh stimulus
eksternal.2
Sebuah gejala penting dari katatonia adalah katalepsia, di mana postur tidak nyaman dan aneh dipertahankan melawan gravitasi atau gaya lainnya. Katalepsi merupakan istilah umum untuk posisi tidak bergerak yang dipertahankan secara konstan. Katatonia dan abnormalitas postur ditemukan pada skizofrenia katatonik dan beberapa kasus penyakit otak, seperti ensefalitis. Seorang pemeriksa mencoba untuk memindahkan secara pasif tubuh dgn katalepsia akan terlihat ‘fleksibilitas lilin’, yang sangat berbeda dari kekakuan (rigiditas katatonik) atau kekejangan. Fleksibilitas serea (fleksibilitas lilin) adalah keadaan sese-orang yang dapat dibentuk menjadi posisi tertentu kemudian dipertahankan; ketika pemeriksa menggerakkan anggota gerak orang tersebut, anggota gerak itu terasa seperti terbuat dari lilin.
Rigiditas katatonik adalah keadaan mempertahankan suatu postur rigid secara volunter, meski telah dilakukan semua usaha untuk menggerakkannya. Sedangkan Postur katatonik: mempertahankan suatu postur aneh dan tidak pada tempatnya secara volunter, biasanya dipertahankan dalam jangka waktu lama. Ekofenomena dapat terjadi ketika pasien berinteraksi dengan orang lain dan muncul sebagai ekolalia (imitasi pembicaraan orang lain) atau ekopraxia (imitasi tindakan orang lain). Ekopraksia adalah peniruan gerakan seseorang oleh orang lain secara patologis.
Sedangkan istilah lainnya1,2 yang merupakan tanda dan gejala psikomotor adalah:
1. Kejang: serangan atau awitan gejala tertentu yang mendadak, contohnya konvulsi, hilang kesadaran, serta gangguan psikis atau sensorik; ditemui pada epilepsi dan dapat diinduksi oleh zat.
a. Kejang tonik-klonik menyeluruh: awitan gerakan tonik-klonik pada ekstremitas yang menyeluruh, menggigit lidah, dan inkontinensia dan diikuti oleh pemulihan kesadaran dan kognisi secara lambat bertahap; disebut juga kejang grand mal dan kejang psikomotor.
b. Kejang parsial sederhana: awitan kejang iktal tanpa gangguan kesadaran.
c. Kejang parsial kompleks: awitan kejang iktal dengan gangguan kesadaran.
2. Overaktivitas.
a. Agitasi psikomotor: overaktivitas motorik dan kognitif yang berlebihan, biasanya bersifat nonproduktif dan merupakan respons terhadap ketegangan dari dalam.
b. Hiperaktivitas (hiperkinesis): aktivitas yang merusak, agresif, dan gelisah, sering disebabkan oleh sejumlah patologi otak yang mendasari.
c. Tik: gerakan motorik spasmodik yang involunter.
d. Berjalan dalam tidur (somnabulisme): aktivitas motorik saat tidur.
e. Akatisia: perasaan subjektif berupa rasa tegang pada otot sekunder akibat antipsikotika atau obat lain, yang dapat mengakibatkan kegelisahan, berjalan mondar-mandir, duduk-berdiri berulang kali; dapat disalahartikan sebagai agitasi psikotik.
f. Kompulsi: impuls tak terkendali untuk melakukan suatu tindakan secara repetitif.
i. Dipsomania: kompulsi untuk minum alkohol.
ii. Kleptomania: kompulsi untuk mencuri.
iii. Nimfomania: keinginan kompulsif dan berlebih untuk melakukan koitus pada wanita.
iv. Satiriasis: keinginan kompulsif dan berlebih untuk melakukan koitus pada pria.
v. Trikotilomania: kompulsi untuk menarik rambut.
vi. Ritual: aktivitas otomatis, bersifat kompulsif, bertujuan untuk mengurangi ansietas.
g. Ataksia: kegagalan koordinasi otot; iregularitas kerja otot.
h. Polifagia: makan berlebihan yang patologis.
i. Tremor: perubahan gerakan secara ritmis, biasanya lebih cepat dari satu ketukan per detik; biasanya, tremor berkurang selama periode relaksasi dan tidur serta meningkat pada periode kemarahan dan peningkatan ketegangan.
j. Floksilasi: gerakan mencabuti yang tidak bertujuan, biasanya pakaian atau seprai, sering terlihat pada delirium.
3. Katapleksi: hilangnya tonus otot dan kelemahan sementara yang dipicu oleh berbagai keadaan emosional.
4. Rigiditas otot: keadaan ketika otot tetap tak dapat digerakkan; ditemui pada skizofrenia.
5. Bradikinesia: kelambanan aktivitas motorik disertai penurunan gerakan spontan normal.
6. Khorea: gerakan acak, menyentak, cepat, involunter dan tak bertujuan.
7. Konvulsi: kontraksi atau spasme otot yang hebat dan involunter.
a. Konvulsi klonik: konvulsi berupa otot yang berkontraksi dan berelaksasi secara bergantian.
b. Konvulsi tonik: konvulsi berupa kontraksi otot yang tertahan.
8. Distonia: kontraksi badan atau ekstremitas yang lambat dan tertahan; dapat ditemui pada distonia akibat obat
9. Stereotipi: pola tindakan fisik atau berbicara yang tetap dan berulang.
10. Negativisme: tahanan tanpa motif terhadap semua usaha untuk menggerakkan atau terhadap semua instruksi.
11. Otomatisme: tindakan dilakukan secara otomatis yang biasanya melambangkan aktivitas simbolik bawah sadar.
12. Otomatisme perintah: secara otomatis mengikuti saran (juga disebut kepatuhan otomatis).
13. Mimikri: aktivitas motorik imitatif sederhana pada masa kanak-kanak.
14. Agresi: tindakan penuh tenaga dan bertujuan yang dapat bersifat verbal maupun fisik; lawan motorik dari afek gusar, marah atau benci.
15. Abulia: penurunan rangsang untuk bertindak dan berpikir, akibat sikap tidak peduli akan konsekuensi dari tindakannya; akibat defisit neurologis.
16. Anergia: tidak berenergi (anergi).
17. Astasia abasia: ketidakmampuan untuk berdiri atau berjalan secara normal, meski gerakan tungkai normal dapat dilakukan pada posisi duduk atau berbaring. Cara berjalannya aneh dan tidak mengarah ke suatu lesi organik spesifik; terdapat pada gangguan konversi.
18. Aminia: ketidakmampuan untuk membuat gerakan isyarat atau memahami gerakan isyarat yang dilakukan oleh orang lain.
Sebuah gejala penting dari katatonia adalah katalepsia, di mana postur tidak nyaman dan aneh dipertahankan melawan gravitasi atau gaya lainnya. Katalepsi merupakan istilah umum untuk posisi tidak bergerak yang dipertahankan secara konstan. Katatonia dan abnormalitas postur ditemukan pada skizofrenia katatonik dan beberapa kasus penyakit otak, seperti ensefalitis. Seorang pemeriksa mencoba untuk memindahkan secara pasif tubuh dgn katalepsia akan terlihat ‘fleksibilitas lilin’, yang sangat berbeda dari kekakuan (rigiditas katatonik) atau kekejangan. Fleksibilitas serea (fleksibilitas lilin) adalah keadaan sese-orang yang dapat dibentuk menjadi posisi tertentu kemudian dipertahankan; ketika pemeriksa menggerakkan anggota gerak orang tersebut, anggota gerak itu terasa seperti terbuat dari lilin.
Rigiditas katatonik adalah keadaan mempertahankan suatu postur rigid secara volunter, meski telah dilakukan semua usaha untuk menggerakkannya. Sedangkan Postur katatonik: mempertahankan suatu postur aneh dan tidak pada tempatnya secara volunter, biasanya dipertahankan dalam jangka waktu lama. Ekofenomena dapat terjadi ketika pasien berinteraksi dengan orang lain dan muncul sebagai ekolalia (imitasi pembicaraan orang lain) atau ekopraxia (imitasi tindakan orang lain). Ekopraksia adalah peniruan gerakan seseorang oleh orang lain secara patologis.
Sedangkan istilah lainnya1,2 yang merupakan tanda dan gejala psikomotor adalah:
1. Kejang: serangan atau awitan gejala tertentu yang mendadak, contohnya konvulsi, hilang kesadaran, serta gangguan psikis atau sensorik; ditemui pada epilepsi dan dapat diinduksi oleh zat.
a. Kejang tonik-klonik menyeluruh: awitan gerakan tonik-klonik pada ekstremitas yang menyeluruh, menggigit lidah, dan inkontinensia dan diikuti oleh pemulihan kesadaran dan kognisi secara lambat bertahap; disebut juga kejang grand mal dan kejang psikomotor.
b. Kejang parsial sederhana: awitan kejang iktal tanpa gangguan kesadaran.
c. Kejang parsial kompleks: awitan kejang iktal dengan gangguan kesadaran.
2. Overaktivitas.
a. Agitasi psikomotor: overaktivitas motorik dan kognitif yang berlebihan, biasanya bersifat nonproduktif dan merupakan respons terhadap ketegangan dari dalam.
b. Hiperaktivitas (hiperkinesis): aktivitas yang merusak, agresif, dan gelisah, sering disebabkan oleh sejumlah patologi otak yang mendasari.
c. Tik: gerakan motorik spasmodik yang involunter.
d. Berjalan dalam tidur (somnabulisme): aktivitas motorik saat tidur.
e. Akatisia: perasaan subjektif berupa rasa tegang pada otot sekunder akibat antipsikotika atau obat lain, yang dapat mengakibatkan kegelisahan, berjalan mondar-mandir, duduk-berdiri berulang kali; dapat disalahartikan sebagai agitasi psikotik.
f. Kompulsi: impuls tak terkendali untuk melakukan suatu tindakan secara repetitif.
i. Dipsomania: kompulsi untuk minum alkohol.
ii. Kleptomania: kompulsi untuk mencuri.
iii. Nimfomania: keinginan kompulsif dan berlebih untuk melakukan koitus pada wanita.
iv. Satiriasis: keinginan kompulsif dan berlebih untuk melakukan koitus pada pria.
v. Trikotilomania: kompulsi untuk menarik rambut.
vi. Ritual: aktivitas otomatis, bersifat kompulsif, bertujuan untuk mengurangi ansietas.
g. Ataksia: kegagalan koordinasi otot; iregularitas kerja otot.
h. Polifagia: makan berlebihan yang patologis.
i. Tremor: perubahan gerakan secara ritmis, biasanya lebih cepat dari satu ketukan per detik; biasanya, tremor berkurang selama periode relaksasi dan tidur serta meningkat pada periode kemarahan dan peningkatan ketegangan.
j. Floksilasi: gerakan mencabuti yang tidak bertujuan, biasanya pakaian atau seprai, sering terlihat pada delirium.
3. Katapleksi: hilangnya tonus otot dan kelemahan sementara yang dipicu oleh berbagai keadaan emosional.
4. Rigiditas otot: keadaan ketika otot tetap tak dapat digerakkan; ditemui pada skizofrenia.
5. Bradikinesia: kelambanan aktivitas motorik disertai penurunan gerakan spontan normal.
6. Khorea: gerakan acak, menyentak, cepat, involunter dan tak bertujuan.
7. Konvulsi: kontraksi atau spasme otot yang hebat dan involunter.
a. Konvulsi klonik: konvulsi berupa otot yang berkontraksi dan berelaksasi secara bergantian.
b. Konvulsi tonik: konvulsi berupa kontraksi otot yang tertahan.
8. Distonia: kontraksi badan atau ekstremitas yang lambat dan tertahan; dapat ditemui pada distonia akibat obat
9. Stereotipi: pola tindakan fisik atau berbicara yang tetap dan berulang.
10. Negativisme: tahanan tanpa motif terhadap semua usaha untuk menggerakkan atau terhadap semua instruksi.
11. Otomatisme: tindakan dilakukan secara otomatis yang biasanya melambangkan aktivitas simbolik bawah sadar.
12. Otomatisme perintah: secara otomatis mengikuti saran (juga disebut kepatuhan otomatis).
13. Mimikri: aktivitas motorik imitatif sederhana pada masa kanak-kanak.
14. Agresi: tindakan penuh tenaga dan bertujuan yang dapat bersifat verbal maupun fisik; lawan motorik dari afek gusar, marah atau benci.
15. Abulia: penurunan rangsang untuk bertindak dan berpikir, akibat sikap tidak peduli akan konsekuensi dari tindakannya; akibat defisit neurologis.
16. Anergia: tidak berenergi (anergi).
17. Astasia abasia: ketidakmampuan untuk berdiri atau berjalan secara normal, meski gerakan tungkai normal dapat dilakukan pada posisi duduk atau berbaring. Cara berjalannya aneh dan tidak mengarah ke suatu lesi organik spesifik; terdapat pada gangguan konversi.
18. Aminia: ketidakmampuan untuk membuat gerakan isyarat atau memahami gerakan isyarat yang dilakukan oleh orang lain.
Meningism
adalah tiga serangkai kekakuan nuchal (kekakuan leher), fotofobia
(intoleransi cahaya terang) dan sakit
kepala . . Ini
adalah tanda dari
iritasi pada meninges
, seperti terlihat pada meningitis
, perdarahan subarachnoid
berbagai. penyakit lain dan "Meningismus" adalah istilah yang
digunakan ketika gejala yang tercantum di atas hadir tanpa infeksi aktual atau
peradangan; biasanya terlihat dalam konkordansi dengan penyakit akut lain dalam
populasi anak-anak. [1]
tanda-tanda klinis Terkait termasuk's tanda Kernig dan tiga tanda semua tanda
Brudzinski diberi nama.
tanda-tanda
klinis
.
Tanda-tanda klinis utama yang menunjukkan meningism adalah kekakuan
nuchal,'s tanda Kernig dan itu tanda-tanda Brudzinski. Tidak ada
tanda-tanda sangat sensitif; orang dewasa dengan meningitis, nuchal adalah
kekakuan hadir di 30% dan Kernig atau Brudzinski satunya tanda di 5%.
kekakuan
Nuchal
]
kekakuan Nuchal adalah ketidakmampuan untuk melenturkan kepala
ke depan karena kekakuan otot-otot leher, fleksi adalah leher menyakitkan namun
penuh dari jangkauan gerak hadir, nuchal adalah rigiditas absen. jika
sign
Kernig
]
Teman-tanda Kernig (setelah Waldemar Kernig
(1840-1917), seorang Jerman Baltik
neurolog) adalah positif ketika kaki dibengkokkan pada pinggul dan lutut pada
sudut 90 derajat, dan perpanjangan di lutut adalah menyakitkan (yang mengarah
ke resistensi). [3
] Hal ini mungkin menunjukkan perdarahan
subarachnoid atau meningitis. [4]
Pasien juga dapat menampilkan opisthotonus
-kejang seluruh tubuh yang mengarah ke kaki dan kepala yang kembali membungkuk
dan tubuhnya membungkuk ke belakang [. rujukan?
]
Teman-tanda
Brudzinski
Jozef Brudzinski
(1874-1917), seorang Polandia
dokter anak, yang dikreditkan dengan beberapa tanda-tanda meningitis. Yang
biasa dipakai tanda yang paling (leher tanda's Brudzinski) adalah munculnya
mengangkat paksa dari iritasi meningeal kaki di saat mengangkat kepala pasien
dari sofa pemeriksaan, dengan pasien berbaring telentang
.
Tanda-tanda
lain dihubungkan dengan Brudzinski
[
7 ] Tanda symphyseal, di mana tekanan pada simfisis
pubis mengarah ke penculikan kaki dan pinggul
refleksif dan fleksi lutut. [7]
Tanda pipi, di
mana tekanan di pipi bawah zygoma
menyebabkan meningkat dan fleksi pada lengan bawah. [7]
Brudzinski
refleks, di mana fleksi pasif dari satu lutut ke perut menyebabkan fleksi paksa
di kaki yang berlawanan, dan peregangan anggota tubuh yang tertekuk mengarah ke
ekstensi kontralateral. [8]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar