BERKULOSIS PARU (TB PARU)
1.
Pengertian
- Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansjoer, 2000).
- Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda, 2001).
- Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru (Smeltzer, 2001).
- Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah suatu penyaki yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium tuberculosis (id.wikipedia.org).
Berdasarkan beberapa definisi mengenai
tuberkulosis diatas, maka dapat dirumuskan bahwa tuberculosis (TB) paru adalah
suatu penyakit infeksius yang disebabkan kuman Mycobacterium
tuberculosis yang menyerang parenkim paru, bersifat sistemis sehingga dapat
mengenai organ tubuh lain, terutama meningen, tulang, dan nodus limfe.
2.
Etiologi
Agens infeksius utama, mycobakterium
tuberkulosis adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan
sensitif terhadap panas dan sinar ultra violet, dengan ukuran panjang 1-4 /um
dan tebal 0,3 – 0,6/um. Yang tergolong kuman mycobakterium tuberkulosis
kompleks adalah:
- Mycobakterium tuberculosis
- Varian asian
- Varian african I
- Varian asfrican II
- Mycobakterium bovis
Kelompok kuman mycobakterium
tuberkulosis dan mycobakterial othetan Tb (mott, atipyeal) adalah :
- Mycobacterium cansasli
- Mycobacterium avium
- Mycobacterium intra celulase
- Mycobacterium scrofulaceum
- Mycobacterium malma cerse
- Mycobacterium xenopi
3.Klasifikasi
a.
Pembagian secara patologis :
- Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ).
- Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ).
b.
Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
- Tuberkulosis Paru BTA positif.
- Tuberkulosis Paru BTA negative
c.
Pembagian secara aktifitas radiologis :
- Tuberkulosis paru ( Koch pulmonal ) aktif.
- Tuberkulosis non aktif .
- Tuberkulosis quiesent ( batuk aktif yang mulai sembuh ).
d.
Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )
- Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non kapitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
- Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru.
- For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang melebihi keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.
e.
Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American Thorasic
Society memberikan klasifikasi baru:
- Karegori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif.
- Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya infeksi, disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
- Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.
- Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit.
f.
Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :
- Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan batuk TB berat.
- Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal dengan sputum BTA positf.
- Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I.
- Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.
4. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi
karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam
udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,
tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama
berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh
orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk
ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang
dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag
sedangkan limfosit ( biasanya sel T ) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas
seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi
oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi
hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan
alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan
basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak
menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang alveolus
biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah,
basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear
tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme
ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli
yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia
akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa
atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau
berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju
kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi
lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid
yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral
menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah
yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri
dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan
granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon
dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer
dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis
adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan
kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk
kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian
paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup
sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila
peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut
yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga
kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang
terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk
lagi hubungan dengan brokus sehingge menjadi peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah
bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening
akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi
pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya
sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang
dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik
merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem
vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.
5. Manifestasi Klinis
Gejala penyakit TBC dapat dibagi
menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang
terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru,
sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
Ø Gejala sistemik/umum, antara
lain sebagai berikut:
- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
- Penurunan nafsu makan dan berat badan.
- Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
- Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Ø Gejala khusus, antara lain
sebagai berikut:
- Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
- Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
- Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
- Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
6. Komplikasi
Menurut Depkes RI (2002), merupakan
komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut
yaitu :
- Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
- Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
- Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
- Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a.
Pemeriksaan Laboratorium
- Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit
- Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
- Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
- Anemia bila penyakit berjalan menahun
- Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
- LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal pada tahap penyembuhan.
- GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
- Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
- Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
b.
Radiologi
- Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikanTB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
- Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.
- Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura).
c.
Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan
ruang mati, peningkatan rasio udara residu: kapasitas paru total dan penurunan
saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan
jaringan paru dan penyakit pleural.
8. Pencegahan
- Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.
- Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi penularan.
- Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.
- Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
- Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah.
- Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah/mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.
9. Penatalaksanaan
a.
Farmakologi
Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat
terhadap tuberculosis , yaitu sebagai berikut:
- Aktivitas bakterisid
Disini obat bersifat membunuh
kuman-kuman yang sedang tumbuh (metabolismenya masih aktif). Aktivitas
bakteriosid biasanya diukur dengan kecepataan obat tersebut membunuh atau
melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2
bulan dari permulaan pengobatan).
- Aktivitas sterilisasi
Disini obat bersifat membunuh
kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat (metabolismenya kurang aktif). Aktivitas
sterilisasi diukur dari angka kekambuhan setelah pengobatan dihentikan.
Pengobatan penyakit Tuberculosis dahulu
hanya dipakai satu macam obat saja. Kenyataan dengan pemakaian obat tunggal ini
banyak terjadi resistensi. Untuk mencegah terjadinya resistensi ini, terapi
tuberculosis dilskukan dengan memakai perpaduan obat, sedikitnya diberikan 2
macam obat yang bersifat bakterisid. Dengan memakai perpaduan obat ini,
kemungkinan resistensi awal dapat diabaikan karena jarang ditemukan resistensi
terhadap 2 macam obat atau lebih serta pola resistensi yang terbanyak ditemukan
ialah INH
Adapun jenis obat yang dipakai
adalah sebagai berikut :
- Obat
Primer
- Obat Sekunder
1. Isoniazid
(H)
1. Ekonamid
2. Rifampisin
(R)
2. Protionamid
3. Pirazinamid
(Z)
3. Sikloserin
4.
Streptomisin
4. Kanamisin
5. Etambutol
(E)
5. PAS (Para Amino Saliciclyc Acid)
6.
Tiasetazon
7. Viomisin
8.
Kapreomisin
Pengobatan TB ada 2 tahap menurut
DEPKES.2000 yaitu :
Ø Tahap INTENSIF
Penderita mendapat obat setiap hari dan
diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila
saat tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, penderita menular
menjadi tidak tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar
penderita TB BTA positif menjadi negatif (konversi) pada akhir pengobatan
intensif. Pengawasan ketat dalam tahab intensif sangat penting untuk mencegah
terjadinya kekebalan obat.
Ø Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat
obat jangka waktu lebih panjang dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah
terjadinya kekambuhan. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten
(dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Paduan obat kategori 1 :
Tahap
|
Lama
|
(H)
/ day
|
R
day
|
Z
day
|
F
day
|
Jumlah
Hari XMinum Obat
|
Intensif
|
2
bulan
|
1
|
1
|
3
|
3
|
60
|
Lanjutan
|
4
bulan
|
2
|
1
|
-
|
-
|
54
|
Paduan Obat kategori 2 :
Tahap
|
Lama
|
(H)@300
mg
|
R@450
mg
|
Z@500
mg
|
E@
250
Mg
|
E@500
mg
|
Strep.Injeksi
|
JumlahHari
X
Minum Obat
|
Intensif
|
2
bulan1 bulan
|
11
|
11
|
33
|
33
|
–
|
0,5
%
|
6030
|
Lanjutan
|
5
bulan
|
2
|
1
|
3
|
2
|
-
|
66
|
Paduan Obat kategori 3 :
Tahap
|
Lama
|
H
@ 300 mg
|
R@450mg
|
Hari
X Minum Obat
|
|
Intensif
|
2
bulan
|
1
|
1
|
3
|
60
|
Lanjutan3
x week
|
4
bulan
|
2
|
1
|
1
|
54
|
OAT sisipan (HRZE)
Tahap
|
Lama
|
H@300mg
|
R@450mg
|
Z@500mg
|
E
day@250mg
|
Minum
obat XHari
|
Intensif(dosis
harian)
|
1
bulan
|
1
|
1
|
3
|
3
|
30
|
11. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien (
Doengoes, Marilynn E : 2000 ) adalah sebagai berikut:
a.
Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah,
aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), demam, menggigil.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea
saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah
paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b. Pola
nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak
diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
c.
Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non
produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai
batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah,
pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah
apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural),
sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi
pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran
bronkogenik).
d. Rasa
nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena
batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang
sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
e.
Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah
keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap
dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
f.
Keamanan
Subyektif: adanya kondisi penekanan
imun, contoh AIDS, kanker.
Obyektif: demam rendah atau sakit panas
akut.
g.
Interaksi Sosial
Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan
karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan
kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
12. Diagnosa Keperawatan
a.
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret
darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
b.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan
paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental,
edema bronchial.
c.
Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia,
penurunan kemampuan finansial.
d. Nyeri
akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
e.
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
f.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
g. Kurang
pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak
ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak
lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
h. Risiko
tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan
pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret, kerusakan
jaringan akibat infeksi yang menyebar, malnutrisi, terkontaminasi oleh
lingkungan, kurang informasi tentang infeksi kuman.
13. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
Bersihan
jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah,
kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
|
Setelah
diberikan tindakan keperawatan kebersihan jalan napas efektif, dengan
criteria hasil:
|
a.
Kaji ulang fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman
dan penggunaan otot aksesori.b. Catat kemampuan untuk
mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya
hemoptisis.
c. Berikan pasien
posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam.
d. Bersihkan sekret dari
mulut dan trakea, suction bila perlu.
e. Pertahankan
intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
f. Lembabkan
udara/oksigen inspirasi.
Kolaborasi:
g. Berikan obat: agen
mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi.
|
a.
Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi
secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori
digunakan dan kerja pernapasan meningkat. b. Pengeluaran sulit bila sekret
tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang
memerlukan evaluasi/intervensi lanjut .
c. Meningkatkan ekspansi paru,
ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret
agar mudah dikeluarkan.
d. Mencegah obstruksi/aspirasi.
Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
e. Membantu mengencerkan secret
sehingga mudah dikeluarkan.
f. Mencegah pengeringan membran
mukosa.
g. Menurunkan kekentalan sekret,
lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada
kavitas yang luas.
|
Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru,
atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema
bronchial.
|
Setelah
diberikan tindakan keperawatan pertukaran gas efektif, dengan kriteria hasil:
|
a.
Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi,
keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.b. Evaluasi
perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna
kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
c.
Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, terutama
pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
d. Anjurkan untuk
bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
e. Monitor GDA.
f.
Kolaborasi: Berikan oksigen sesuai indikasi.
|
a.
Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang
berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural
effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress. b.
Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.
c. Meningkatnya resistensi aliran
udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.
d. Mengurangi konsumsi oksigen pada
periode respirasi.
e. Menurunnya saturasi oksigen (PaO2)
atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat
atau perubahan terapi.
f. Membantu mengoreksi hipoksemia
yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.
|
Gangguan
keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan,
batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan
kemampuan finansial.
|
Setelah
diberikan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi adekuat,
dengan kriteria hasil:
|
a.
Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas
mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah
atau diare.b. Kaji ulang pola diet pasien yang
disukai/tidak disukai.
c. Monitor intake
dan output secara periodik.
d. Catat adanya
anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi.
Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
e. Anjurkan
bedrest.
f. Lakukan
perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
g. Anjurkan makan
sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Kolaborasi:
h. Rujuk ke ahli
gizi untuk menentukan komposisi diet.
i.
Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
|
a.
Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat b.
Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.
c. Mengukur keefektifan nutrisi dan
cairan.
d. Dapat menentukan jenis diet dan
mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
e. Membantu menghemat energi khusus
saat demam terjadi peningkatan metabolik.
f. Mengurangi rasa tidak enak dari
sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.
g. Memaksimalkan intake nutrisi dan
menurunkan iritasi gaster.
h. Memberikan bantuan dalarn
perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.
i. Nilai rendah menunjukkan
malnutrisi dan perubahan program terapi.
|
Nyeri
akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap
|
Setelah
diberikan tindakan keperawatan rasa nyeridapat berkurang atau terkontrol,
dengan KH:
|
a.
Observasi karakteristik nyeri, mis tajam, konstan , ditusuk. Selidiki
perubahan karakter /lokasi/intensitas nyeri.b. Pantau
TTV
c. Berikan tindakan
nyaman mis, pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang,
relaksasi/latihan nafas
d. Tawarkan pembersihan
mulut dengan sering..
e. Anjurkan dan
bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batukikasi.
f. Kolaborasi
dalam pemberian analgesik sesuai indikasi
|
a.
Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat diukur.b. Perubahan frekuensi
jantung TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan
untuk perubahan tanda vital telah terlihat.
c. Tindakan non analgesik diberikan
dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar
efek terapi analgesik.
d. Pernafasan mulut dan terapi
oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan membran mukosa, potensial
ketidaknyamanan umum.
e. Alat untuk mengontrol
ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.
f. Obat ini dapat digunakan untuk
menekan batuk non produktif, meningkatkan kenyamanan
|
Hipertermi
berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
|
Setelah
diberikan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh kembali normal dengan KH
:
|
a.
Kaji suhu tubuh pasienb. Beri
kompres air hangat
c.
Berikan/anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai
toleransi)
d.
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap
keringat
e.
Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3
jam sekali atau sesuai indikasi
f.
Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program.
|
a.
Mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensib. Mengurangi panas
dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan
panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.
c. Untuk mengganti cairan tubuh yang
hilang akibat evaporasi
d. Memberikan rasa nyaman dan pakaian
yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu
tubuh.
e. Mendeteksi dini kekurangan cairan
serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital
merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
f. Pemberian cairan sangat penting
bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan
panas tubuh pasien.
|
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
|
Setelah
diberikan tindakan keperawatan pasien diharapkan mampu melakukan aktivitas
dalam batas yang ditoleransi dengan kriteria hasil:
|
a.
Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea,
peningkatan kelemahan atau kelelahan.b. Berikan lingkungan
tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
c. Jelaskan
pentingnya istirahat dalam rencana pengobatandan perlunya keseimbangan
aktivitas dan istirahat.
d. Bantu pasien memilih
posisi nyaman untuk istirahat.
e. Bantu aktivitas
perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama
fase penyembuhan.
|
a.
Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien memudahkan pemilihan intervensi.b.
Menurunkan stress dan rangsanagn berlebihan, meningkatkan istirahat.
c. Tirah baring dipertahankan selama
fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk
penyembuhan.
d. Pasien mungkin nyaman dengan
kepala tinggi, tidur di kursi atau menunduk ke depan meja atau bantal.
e. Meminimalkan kelelahan dan
membantu keseimbanagnsuplai dan kebutuhan oksigen.
|
Kurang
pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak
ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak
lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
|
Setelah
diberikan tindakan keperawatan tingkat pengetahuan pasien meningkat, dengan
kriteria hasil:
|
a.
Kaji ulang kemampuan belajar pasien misalnya: perhatian, kelelahan,
tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang
dipercaya.b. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk
tulisan misalnya: jadwal minum obat.
c. Jelaskan
penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam
jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis
dengan obat lain.
d. Jelaskan tentang efek
samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala,
peningkatan tekanan darah.
e. Anjurkan pasien
untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
f. Rujuk
perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
g. Berikan gambaran
tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di
pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
h. Review
tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
|
a.
Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik.
Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien. b. Informasi tertulis dapat
membantu mengingatkan pasien.
c. Meningkatkan partisipasi pasien
mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
d. Mencegah keraguan terhadap
pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
e. Kebiasaan minurn alkohol berkaitan
dengan terjadinya hepatitis
f. Efek samping etambutol: menurunkan
visus, kurang mampu melihat warna hijau.
g. Debu silikon beresiko keracunan
silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.
h. Pengetahuan yang cukup dapat
mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi
abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna,
bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula
bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.
|
Risiko
tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan
pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret,
malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan, kurang informasi tentang infeksi
kuman.
|
Setelah
diberikan tindakan keperawatan tidak terjadi penyebaran/ aktivitas ulang
infeksi, dengan kriteria hasil:
-
|
a.
Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui
bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan
resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.b.
Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota
keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
c. Anjurkan pasien
menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika
batuk.
d. Gunakan masker setiap
melakukan tindakan.
e. Monitor
temperatur.
f.
Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang
Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass
intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes
melitus, kanker.
g. Tekankan
untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
Kolaborasi:
h. Pemberian terapi
INH, etambutol, Rifampisin.
i.
Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik
(PAS), sikloserin, streptomisin.
j.
Monitor sputum BTA.
|
a.
Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk
mencegah komplikasi. b. Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat
untuk mencegah penyebaran infeksi.
c. Kebiasaan ini untuk mencegah
terjadinya penularan infeksi.
d. Mengurangi risilio penyebaran
infeksi.
e. Febris merupakan indikasi
terjadinya infeksi.
f. Pengetahuan tentang faktor-faktor
ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi
keadaan yang lebih buruk.
g. Periode menular dapat terjadi
hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas,
resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
h. INH adalah obat pilihan bagi
penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya.
Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol
untuk 2 bulan pertama.
i. Obat-obat sekunder diberikan jika
obat-obat primer sudah resisten
j. Untuk mengawasi keefektifan obat
dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi
|
14. Evaluasi
Dx 1:Kebersihan jalan napas efektif,
dengan kriteria evaluasi:
- Mempertahankan jalan napas pasien.
- Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
- Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas.
- Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi.
- Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
Dx 2: Pertukaran gas efektif, dengan
kriteria evaluasi:
- Melaporkan tidak terjadi dispnea.
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
- Bebas dari gejala distress pernapasan.
Dx 3: Kebutuhan nutrisi adekuat, dengan
kriteria evaluasi:
- Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.
- Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
Dx 4: Nyeridapat berkurang atau
terkontrol, dengan kriteria evaluasi:
- Menyatakan nyeri berkurang atauterkontrol
- Pasien tampak rileks
DX 5 : Suhu tubuh kembali normal dengan
kriteria evaluasi :
- Suhu tubuh 36°C-37°C.
DX 6 : Pasien mampu melakukan aktivitas
dalam batas yang ditoleransi dengan kriteria evaluasi :
- Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentan normal.
DX 7 : Tingkat pengetahuan pasien
meningkat, dengan kriteria evaluasi:
- Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosisdan kebutuhan pengobatan.
- Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru.
- Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi.
- Menerima perawatan kesehatan adekuat.
DX 8 :Tidak terjadi penyebaran/
aktivitas ulang infeksi, dengan kriteria evaluasi:
- Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi.
- Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar